Tuesday, November 6, 2007

Menjadi AlatNYA

Jendral Mc Arthur adalah seorang yang membuat orang-orang Jepang harus tunduk setelah pengboman Hiroshima dan Nagasaki dan menyadarkan Kaisar Hirohito bahwa Jepang bukanlah yang terhebat. Setelah Perang Dunia II, Jendral Mc Arthur menjadi pahlawan besar.

Pada suatu hari, ia menulis sebuah puisi yang berjudul Doa Seorang Ayah yang berbunyi: “Tuhan, aku minta kepadaMu, jangan memberikan kelancaran kepada anakku. Biarlah anakku mengalami kesulitan-kesulitan yang besar, bialah anakku mengalami topan-topan yang menakutkan, biarlah anakku melalui ombak-ombak yang menderu, yang hampir menenggelamkannya. Namun aku mohon, biarlah di tengah-tengah angin topan yang besar, ia bukan saja tidak tenggelam, melainkan dapat menolong mereka yang tenggelam. Peliharalah dia, supaya dapat mengasihi engkau dengan hati nurani yang murni dan dapat menolong orang lain sampai ia meninggal. Maka, barulah saya dapat berkata saya puas menjadi ayah dari anak seperti ini.”

Ketika saya membaca puisi ini, saat itu saya berusia dua puluh lima tahun, hati saya terjamah. Barulah saya menyadari mengapa Tuhan mengijinkan saya kehilangan ayah dan menaggung “kuk.” Pada waktu muda, saya harus berjuang mencari uang sejak masih sekolah dengan cara berjualan “door to door,” sampai pernah dikejar anjing ketika mengetuk rumah calon pembeli. Memikul salib Kristus sejak muda dengan komitmen untuk mengatakan “TIDAK” untuk dosa dan “YA” untuk Kristus.

Makin banyak penderitaan; makin banyak dikuatkan. Makin banyak penderitaan; makin banyak mendapatkan penghiburan dari Tuhan. Semua itu akan menimbulkan kekuatan bagi kita dalam memberikan penghiburan kepada orang lain. Berarti kita semakin dapat menjadi alat untuk menghibur orang lain.
Kehidupan diumpamakan sebagai sehelai kain yang sedang ditenun. Untuk membuat pola yang indah, kita harus menggunakan berbagai warna. Beberapa harus cerah dan indah, beberapa lagi harus gelap. Campuran warna-warna itulah yang membentuk keindahan pola kain.

Sumber: Setetes Embun Bagi Jiwa, Ir. Timotius Adi Tan

No comments: