Saturday, November 21, 2009

ATURAN: Bukan untuk Mengekang, tetapi Menjadi Maksimal dengan Benar

FOKUS KITA

Ada dua ekor burung bersuara indah yang tinggal di sangkar yang bagus. Pemiliknya sangat menyayangi mereka. Untuk mereka, sang pemilik selalu memberikan yang terbaik. Ia memberi mereka makanan berkualitas secara teratur dan tepat waktu. Ia bahkan memberi mereka air minum dari mata air pegunungan terbaik. Ia selalu rajin memandikan mereka, bahkan ia rutin melatih mereka bernyanyi dan selalu menantang mereka untuk mengeluarkan potensi terbaik dari suara mereka. Setiap pagi ia membawa mereka berjemur menikmati hangatnya mentari pagi, saat dingin melanda ia tak lupa menyelimuti mereka supaya hangat. Di musim perlombaan tiba, sang pemilik selalu mengikutsertakan mereka dalam lomba suara burung terbaik. Karena selalu dirawat dan dilatih sedemikian baiknya, maka mereka selalu keluar menjadi juara lomba tersebut. Banyak penggemar burung yang mengagumi mereka, banyak burung lainnya yang iri akan keindahan suara serta warna bulu mereka yang selalu terawat dan pemilik merekapun dibuat bangga karenanya. Suatu hari kedua burung tersebut terlibat dalam sebuah pembicaraan.

“Aku bosan hidup di dalam sangkar. Aku mau bebas!” Keluh burung A.

“Kenapa bosan? Bukankan pemilik kita sangat sayang pada kita? Kita bahkan tidak perlu bingung mencari makan. Dia selalu memberikan yang terbaik bagi kita. Dia merawat dan menjaga kita dengan baik. Dia melatih kita bernyanyi, sehingga kita mampu mengeluarkan suara-suara terbaik kita dan selalu menjadi juara. Burung-burung lainnya bahkan iri melihat kita.” Kata burung B.

“Ah, kau tak tahu apa-apa. Tahukan kau, di luar sana ada banyak keindahan yang bisa dan patut dinikmati. Dan aku mau menikmatinya. Aku mau terbang bebas kemanapun aku mau. Aku mau melakukan apa saja semauku. Toh, di luar sana aku juga masih bisa bernyanyi. Lagipula, aku benci menjelang saat lomba pemilik kita selalu menutup sangkar kita dengan kain hitam selama beberapa waktu lamanya.” Bela burung A.

“Jangan. Alam bebas sangatlah ganas. Ada banyak bahaya mengintaimu, burung pemangsa dan para pemburu. Tidak ada orang yang akan menjaga dan melatihmu bernyanyi. Kau kan juga tahu, maksud pemilk kita menutup sangkar kita dengan kain hitam menjelang perlombaan adalah supaya kita bisa konsentrasi dengan suara kita sendiri dan tidak terpengaruh oleh suara-suara burung yang lainnya.” Demikian nasehat burung B.

“Ah, aku tidak peduli. Aku sudah kenyang dengan semua ini. Aku mau bebas melalukan apa yang aku ingini. Aku tahu caranya menjaga diri. Kalau kau tidak mau ikut denganku, aku takkan memaksa.” Tukas burung A sengit sambil berusaha membuka pintu sangkarnya.
“Jangan… jangan pergi.” Tangis burung B ketika melihat sahabatnya itu akhirnya keluar dari sangkar dan terbang bebas kea lam luas.

Beberapa waktu kemudian, burung A asyik terbang bebas di cakrawala, pergi kemana saja dia suka. Saat itulah terlihat olehnya burung pemangsa datang mengejarnya. Susah payah ia meloloskan diri, hingga akhirnya… “Dorrrr”, ia terjatuh dan mati oleh peluru senapan pemburu yang menembus jantungnya. Ia tidak dapat lagi menikmati dunia yang selalu dia idamkan, bahkan ia tak dapat bernyanyi lagi untuk selama-lamanya.

Aturan. Betapa sering kita membencinya. Betapa sering kita mencobai diri untuk memberontak darinya, sekalipun kita tahu bahwa aturan itu baik dan bermanfaat bagi kita, sekalipun kita sering meremehkan dan tidak dapat melihat atau merasakan kebaikannya secara langsung manakala aturan itu kita taati.

Aturan. Dibuat untuk dilanggar. Begitu guyonan yang sering kita dengar. Guyonan… tetapi secara sadar kita toh melanggarnya juga. Mengapa sulit sekali bagi kita untuk ‘berdamai’ dengan aturan? “Aturan mengekang kebebasan hak!” Begitu teriak kita. “Aturan mematikan kreatifitas.” Begitu keluh kita. “Aturan dibuat hanya untuk menguntungkan sang pembuat aturan.” Begitu tuduh kita.

Maka… tak jarang kita justru menantang kebenaran. Tahu begitu banyak peraturan kebenaran justru membuat kita ‘pandai’ memutarbalikkannya, mencari rasa aman, pembelaan dan pembenaran pribadi dari sana-sini… hanya untuk meloloskan ambisi dan meneguhkan keinginan pribadi yang bercirikan dosa. Dalam hati kita tahu bahwa yang sedang kita lakukan adalah salah dan dosa. Roh Tuhan menggeliat tidak tenang dalam nurani kita. Toh, kita masih mencari kesempatan, kita bernegosiasi… dan berkompromi dengan kenikmatan dosa. Mempertaruhkan integritas, tidak merasa punya tanggung jawab moral kepada generasinya. Lari dari otoritas… berontak terhadap Tuhan.

Kalau begitu, apa bedanya kita dengan orang dunia yang tidak mengenal Tuhan? Masihkah terang kita bercahaya benderang? Masih beranikah kita berdiri tegak dan menyebut diri MURID SEJATI? Masihkah Tuhan adalah Tuhan atas seluruh hidup kita? Mari bertobat! Berikan diri untuk tunduk dan taat kepada kebenaran dengan rela serta penuh sukacita. Nikmati berkat terbaik dan termanis dibalik ketaatan. Betapapun dibencinya aturan, aturan bukanlah untuk mengekang, tetapi justru menantang kita untuk dapat menjadi pribadi yang maksimal dalam tujuanNya dengan cara yang benar!(l@)

No comments: