Sunday, October 25, 2009

“Aku Mengasihimu, Walaupun …”

DARI KITA UNTUK KITA

Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi;

sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.

-Yohanes 13.34-


Ketika menulis artikel ini, Tuhan mengingatkan saya tentang pengalaman saya beberapa waktu lalu.


Pada tanggal 14 September 2009 saya mendapatkan rhema dari Filipi 2.1-10 bahwa “kita” lebih penting daripada “aku”, jadi saya mau berikan hak-hak saya demi orang lain karena mereka berharga dan luar biasa.


Pada hari yang sama, saya mengirimkan pesan kepada teman saya untuk mengkonfirmasikan sesuatu. Jawaban teman saya sangat di luar dugaan dan tidak menyenangkan. Jujur, respon pertama hati saya adalah saya ingin membalas perkataannya dengan perkataan yang pedas dan lebih tidak menyenangkan. Ketika berpikir demikian, tiba-tiba rhema firman Tuhan hari itu muncul: “kita” lebih penting daripada “aku”. Alih-alih memuaskan keinginan untuk meluapkan emosi, saya berdoa agar Tuhan memampukan saya untuk mengasihi teman saya ini walaupun dia seperti itu. Dan saya mengirimkan pesan singkat yang isinya bukan berupa ledakan emosi saya, melainkan penyerahan hak saya untuk melampiaskan emosi saya kepada orang yang menyakiti saya.


Ada sebuah buku karangan Joyce Meyer yang dalam bahasa Inggris berjudul “Reduce Me to Love”. Reduce berarti berkurang. Jika diterjemahkan sebebas-bebasnya, artinya kurang lebih: “Kurangi Aku untuk Mengasihi”. Syukurlah bukan saya penerjemahnya, sehingga buku itu berjudul “Ubah Aku untuk Lebih Mengasihi”.


Nah, dari pengalaman saya dan judul buku itu, saya belajar bahwa untuk mengasihi sesama dengan kasih ‘walaupun’, saya harus semakin berkurang dan Yesus yang bertambah. Cara saya berkurang adalah dengan menyerahkan hak-hak saya. Hak untuk dihargai, hak untuk mendapatkan jawaban atas semua pertanyaan saya, hak untuk memiliki, hak atas hidup saya, hak atas waktu luang, hak untuk mendapatkan balasan atas perbuatan baik saya, hak untuk membalas, hak untuk melampiaskan emosi saya kepada orang yang menjengkelkan/ mengecewakan saya, dll.


Saya percaya bahwa akar semua permasalahan kita dengan orang lain, sehingga kita tak dapat mengasihi orang lain sebagaimana mestinya, adalah karena kita masih memegang erat hak kita. Kita tidak mungkin mengasihi orang lain seperti yang diperintahkan Tuhan di Yohanes 13:34, bila kita tidak melepaskan hak-hak kita.


Mengasihi tidak berbicara mengenai perasaan, melainkan komitmen. Mengasihi bukanlah pilihan, tetapi perintah yang harus dilakukan. Yohanes 13:34 mengatakan agar kita mengasihi orang lain sama seperti Tuhan telah mengasihi kita. Bukan sebagaimana kita ingin mengasihi orang lain, dan bukan berdasarkan perasaan kita terhadap orang itu. Kalau berdasarkan perasaan kita semata, apa bedanya kita dengan orang-orang yang belum mengenal Tuhan (Lukas 6.32,35)?


Jadi, kita mengasihi bukan hanya kepada mereka yang juga mengasihi kita, tetapi terlebih kepada mereka yang membuat kita jengkel/marah/ kecewa. Dibutuhkan penyerahan hak terus-menerus agar kita dapat melakukannya.

Memang bukanlah suatu hal yang mudah untuk menyerahkan hak-hak kita, namun ada suatu sukacita di balik penderitaan kita. Paulus berkata: “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita” (Roma 8:18).


Itulah janji yang Allah berikan kepada kita yang tetap bertahan dalam penderitaan karena penyerahan hak. Dan kita tahu bahwa Allah tidak pernah berdusta, Ia pasti menepati janji-Nya (2 Petrus 3:9). Lagipula, kita dapat dengan yakin mengetahui bahwa Tuhan turut merasakan kelemahan kita (Ibrani 4:15), karena Ia telah menyerahkan seluruh hak-Nya terlebih dahulu (Filipi 2:5-8).


Dilepaskan-Nya semua hak-Nya demi kita oleh karena kasih. Hak atas nyawa-Nya, hak untuk membalas, hak untuk beroleh tempat kelahiran yang nyaman, hak untuk beristirahat, dan masih banyak lagi. Dilepaskan-Nya itu semua agar kita diselamatkan. Agar kita bersatu dengan Bapa. Agar kita bersatu sebagai tubuh-Nya dalam kesatuan yang utuh, saling mengasihi seperti Dia mengasihi kita.


Jadi, maukah kita menuruti perintah-Nya untuk saling mengasihi seperti Ia mengasihi kita? Mari kita serahkan hak-hak kita karena “kita” lebih penting daripada “aku” sebab mereka berharga dan luar biasa. Biarlah kita semakin berkurang sehingga kita dapat menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Yesus saat Ia menyerahkan semua hak yang dimiliki-Nya demi kita. Mari menjadi pelaku firman! (dra)

No comments: