Saturday, October 3, 2009

PENUNTUN SAAT TEDUH PRIBADI 5 - 11 OKTOBER 2009

Komunikasi Dalam Kasih

“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.”
-Yohanes 13:34-



Senin, 5 Oktober 2009
Penghancur Hubungan: Ketiadaan Komunikasi
Firman hari ini: Kejadian 3:1-24

Pengajaran:
Ketika pertama kali menciptakan manusia, Tuhan menciptakan manusia itu, Adam, segambar dan serupa Dia (Kejadian 1:26). Mengapa Tuhan menciptakan manusia segambar dan serupa denganNya? Agar manusia sebagai ciptaan Allah yang tertinggi dapat berkomunikasi dengan Allah. Mengapa perlu berkomunikasi? Agar manusia dapat mengerti isi hati dan tujuan Allah. Ketika manusia berdosa, untuk pertama kalinya komunikasi di antara manusia dan manusia terputus (Kejadian 3:7). Manusia tidak mau terbuka lagi satu dengan yang lain seperti sebelumnya, saling menutup diri dan berprasangka. Hal kedua, komunikasi manusia dengan Allah terputus (Kejadian 3:8). Ditulis dalam ayat itu, manusia mulai “bersembunyi”. Tidak mau bertemu dengan Allah seperti sebelumnya. Akibat dari problem komunikasi ini, sesama manusia mulai masuk dalam berbagai konflik, karena saling salah paham dan tidak bisa mengerti satu samag lain. Minggu ini kita akan belajar komunikasi yang sehat, sehingga hubungan kasih di antara keluarga, jemaat, rekan-rekan sepelayanan, para pemimpin bisa semakin dibangun. Dasar Firman Tuhan yang paling jelas untuk kita membangun komunikasi adalah dua hukum yang terutama: kasihilah Tuhan Allah dan kasihilah sesamamu manusia.



Selasa, 6 Oktober 2009
Hati nurani yang murni
Firman hari ini: Mazmur 51, Filipi 4:8-9

Pengajaran:
Allah memberikan manusia sebuah alat untuk mengetahui atau membedakan sesuatu itu baik atau jahat, yaitu: hati nurani. Hati nurani ini harus selalu dijaga, karena sumber kehidupan kita berasal dari dalam hati (Amsal 4:23), artinya perkataan, sikap serta perbuatan kita, baik atau jahat, dimulai dari hati kita. Bagaimana kita menjaga kebersihan hati nurani? Satu, mengakui dosa, bertobat sungguh-sungguh serta melakukan pemberesan supaya kemurnian hati kita tidak ternoda. Dua, mengisi hati nurani kita dengan Firman Allah dan memegang hal-hal yang baik dalam hidup kita (Filipi 4:8-9). Firman Tuhan adalah sebuah alat peneguh (tolak ukur) dari hati nurani, sehingga kita yakin akan apa yang baik dan apa yang tidak baik. Hati nurani yang murni penting dalam membangun komunikasi yang sehat. Setiap perkataan, nasehat, bahkan teguran yang keluar dari hati nurani yang murni selalu bermanfaat membangun, membawa pertobatan serta perubahan bagi orang yang mendengarnya. Contoh yang kita baca adalah doa pengakuan dosa raja Daud, ketika ia mendengar teguran nabi Natan tentang kejahatannya dengan Betsyeba, ia dengan segera bertobat dan menyesali semua dosanya, sehingga Allah mengampuninya.
Hati nurani yang bersih membuat apa yang kita sampaikan diterima orang lain tanpa prasangka atau asumsi dan maksud kita bisa diterima dengan kasih.


Rabu, 7 Oktober 2009
Jahatnya Asumsi
Firman hari ini: Kejadian 45:1-15

Asumsi adalah sesuatu yang dianggap benar, tetapi tanpa dasar kebenaran. Asumsi dapat menimbulkan kesalahpahaman atau salah mengerti. Akibat terburuk dari orang yang berasumsi adalah ia tersesat dalam pengertian, berprasangka dan akhirnya menghakimi orang yang dia asumsikan. Jangan sampai kita berasumsi terhadap segala sesuatu tanpa kita mengerti jelas apa yang terjadi. Kita seringkali berasumsi tentang orang lain, menganggap orang lain seperti yang kita pikirkan, padahal belum tentu seperti itu kebenarannya. Firman yang kita baca hari ini menceritakan asumsi saudara-saudara Yusuf ketika bertemu dan mengetahui bahwa penguasa Mesir itu adalah Yusuf adik mereka. Mereka berpikir bahwa Yusuf pasti akan marah dan membalas perbuatan jahat mereka kepada Yusuf di masa remaja. Nyatanya asumsi mereka salah. Ternyata Tuhan sudah mengubah hati Yusuf menjadi penuh kasih dan pengampunan.
Jika kita adalah orang-orang yang punya asumsi terhadap orang lain, mari kita selesaikan. Caranya adalah dengan mendatangi orang itu dan belajar untuk terbuka. Mintalah maaf karena mungkin kita sudah berasumsi terhadapnya, tanyakanlah apa yang ingin kita ketahui dengan baik. Jika kita mau datang kepada orang lain dan menyelesaikan segala asumsi kita, maka hubungan/komunikasi kita akan menjadi indah dan penuh kasih. Jangan biarkan hati kita dipenuhi asumsi yang dapat merusak hubungan/komunikasi kita dengan orang lain.



Kamis, 8 Oktober 2009
Melihat Yang Terbaik dalam Diri Orang Lain
Firman hari ini: 1 Samuel 16:1-13

Dalam membangun komunikasi yang sehat, kita harus berusaha dan belajar untuk melihat yang terbaik dari orang lain. Mengapa demikian? Sebab, jika kita selalu berpusat kepada kelemahan, keburukan, kesalahan dan kegagalan orang lain, maka kita akan sulit sekali melihat kebaikan serta potensi-potensi baik dalam diri orang lain. Kita sendiri juga akan sulit berkomunikasi atau menjalin hubungan dengan orang tersebut, karena hati kita sudah merasa tidak aman, penuh dengan prasangka dan curiga. Terkadang kita sulit untuk melihat yang terbaik dalam diri orang lain karena kita pernah mengalami trauma atau konflik yang belum terselesaikan dengan orang tersebut, sehingga kita menaham diri untuk tidak membangun hubungan dengannya. Padahal, bisa jadi ternyata orang itu sudah Tuhan ubahkan dan ia dipakai Tuhan untuk memberkati hidup kita. Jika kita memiliki trauma atau konflik yang belum dibereskan, mari segera bereskan. Jangan biarkan akar pahit merusak hubungan dan komunikasi kita dengan sesama. Mari kita belajar tidak melihat kelemahan-kelemahan orang, sehingga menutupi potensi-potensi yang baik dari orang lain.



Jumat, 9 Oktober 2009
Mendengarkan dengan Hati
Fiman hari ini: Amsal 18:2,13

Pengajaran:
Tuhan memberi pemahaman kepada Francis dari Asisi untuk belajar mengerti orang lain terlebih dulu, sebelum meminta orang lain mengerti dirinya. Inilah prinsip dasar komunikasi yang efektif dengan orang lain. Bacaan Firman hari ini menulis: "Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya." (Amsal 18:13). Ini berarti kita diminta untuk lebih banyak mendengarkan, daripada kita berbicara. Dalam bukunya Arthur Robertson, The Language of Effective Listening, ditulis: “Kemampuan komunikasi yang utama bukan berbicara, tetapi mendengarkan, dan hal ini yang akan memberi kesuksesan dalam pekerjaan dan kehidupan pribadi kita.”
Kita kadang terlalu banyak bicara, dan ini justru tidak membuat kita mengerti dan memahami. Ada contoh yang menarik dalam kisah Maria dan Marta (Lukas 10:38-42). Marta adalah orang yang sibuk dengan pelayanan, dia orang yang aktif (saya kira dalam keaktifan dan pelayanannya, dia juga sibuk berbicara) sedangkan Maria duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan pekataanNya. Ketika Marta mengeluh atas sikap Maria yang tidak membantunya, Tuhan Yesus berkata: “Tetapi Tuhan menjawabnya: "Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” Artinya: mari kita belajar diam, belajar mendengarkan, belajar mengerti dan memahami orang lain, maka kita akan bisa mendapatkan bagian yang terbaik, atau dalam konteks renungan kita minggu ini: kita akan bisa berkomunikasi dengan lebih baik lagi.


Sabtu, 10 Oktober 2009
Katakanlah Sejujurnya!
Firman hari ini: Markus 12:13-17

Pengajaran:
Kejujuran adalah faktor yang penting dalam komunikasi. Mengapa? Ketika kita tidak jujur dan berpura-pura dalam perkataan kita, orang lain akan bisa merasakan dan ia akan menganggap kita main-main dengan perkataan kita. Dalam sebuah komunikasi yang penting, ketidakjujuran bisa menimbulkan konflik, integritas kita diragukan. Jadi, mari jaga integritas kita dalam berkomunikasi dengan selalu berkata jujur. Untuk berkata jujur, kita perlu mengerti situasi dan waktu yang tepat, sebab kejujuran yang disampaikan tanpa berhikmat melihat situasi dan waktu yang tepat justru akan membuat orang lain terluka. Contoh, dalam hubungan keluarga, seringkali saya harus belajar bersabar untuk tidak langsung mengatakan semuanya kepada istri saya. Ini bukan karena saya tidak jujur, namun saya sedang menunggu waktu yang tepat untuk saya bicara. Bersabar untuk tidak ngomong memang tidak mudah, tetapi hasilnya akan baik.
Jadi, mari kita katakan dengan sebenarnya dengan tetap memakai hikmat Tuhan. Bagaimana meminta hikmat dari Tuhan? Kita bisa berdoa, minta Tuhan menyingkapkan kapan waktunya kita berbicara dengan jujur atau minta pendapat konselor/hamba Tuhan.


Minggu, 11 Oktober 2009
Yang Terbesar di antaranya: Kasih
Firman hari ini: Efesus 4:25-32

Pengajaran:
Dalam Efesus 4:29 ditulis bahwa perkataan yang kita sampaikan kepada orang lain memiliki satu tujuan, yaitu: orang yang mendengarnya beroleh kasih karunia. Sejenak mari kita cek, apakah orang yang mendengar perkataan kita memperoleh kasih karunia atau justru perlu kasih karunia untuk dapat mendengar perkataan kita (karena perkataan kita justru menjatuhkan, melemahkan dan membuat orang lain marah). Ini seperti kisah seekor landak, yang kulitnya berbulu tajam siap menyerang dan menyakiti siapa saja di sekitarnya.
Semasa SMA, saya pernah punya seorang teman wanita yang cantik dan pintar, namun tidak ada satupun pria yang tertarik untuk bersahabat atau membangun hubungan dengannya, karena perkataannya seringkali “nylekit” atau menyakiti orang lain. Yang menyedihkan, dia tidak sadar bahwa kata-katanya membuat orang lain marah.
Mari kita introspeksi, sudahkah kata-kata kita membangun orang lain dalam kasih? Sudahkan kita sungguh-sungguh menasehati dan menegur saudara kita yang salah atas dasar kasih, ataukah atas dasar memuaskan ego, standar dan karena kita sudah ‘muak’ atas kelakuannya yang menyebalkan? Tuhan minta kita mengasihi orang lain seperti kita mengasihi diri sendiri (Markus 12:31), baik dalam sikap, perbuatan dan perkataan kita. Jika prinsip kasih ini kita terapkan, maka kita akan berhasil dalam menjalin komunikasi dan hubungan secara sehat.

No comments: