SEPUTAR KITA
“Di Komsel saya merasa di rumah sendiri.”
Kekeluargaan yang terjalin di dalam komunitas sel memang menjadi kunci utama pertumbuhan rohani seseorang. Berikut adalah kisah beberapa jemaat yang merasakan pertumbuhan pribadinya ketika mereka berkomitmen untuk bergabung dalam komsel.
Teens
Margaretha, komsel Anita
Sekitar tahun 2007, Margaretha diajak teman sekolahnya untuk ikut komsel Anita di Teen. Awalnya ia merasa ragu dan tidak tertarik. Ketika akhirnya mencoba bergabung, kasih persaudaraan di antara para teman komsel lah yang membuat dia merasa nyaman. Semenjak itu, Margaretha memutuskan untuk tertanam di komsel dan mengalami banyak perubahan. Di komsel lah, Retha belajar saat teduh dan melayani satu sama lain. “Dulunya dia sering marah dan ngambek, sekarang jadi lebih stabil. Juga sudah belajar membina, jadi tidak hidup untuk diri sendiri,” ungkap salah seorang pembinanya. Sekarang, Retha juga telah menjadi tim inti komsel.
Youth
Agus, komsel Oscar
Awalnya Agus adalah seseorang yang sangat antipati dengan komsel. “Dia punya pandangan jelek akibat ada pengalaman buruk terganggu di-follow up secara ‘radikal,’” pembinanya menjelaskan. Bahkan Agus sampai memberi tahu teman-temannya agar jangan ikut komsel.
November 2008 lalu, ia diajak ikut Feskom oleh salah seorang anggota komsel Oscar. Dari sana, Agus mulai diajak ke komsel. Kontras dengan pandangannya, di komsel ini ia justru merasa sangat nyaman dan diterima. Ia tidak merasa asing dan dituntut, melainkan semua anggota berusaha mengajaknya bertumbuh bersama. Semuanya menyambut dia dengan baik, layaknya keluarga.
Akhirnya, Agus juga mengajak temannya yang lain, Christo. Mereka berdua juga mengikuti SPK dan mengalami terobosan. Sekarang, Agus mulai berani mengambil tanggung jawab. Beberapa kali dia telah ikut memimpin S1 dan S2 dalam komsel. Jika dulu ketika ada masalah, malas datang komsel, sekarang tidak lagi. “Ia sedang dalam proses menjadi lebih dewasa. Di komsel, potensinya juga semakin terlihat,” ungkap pembinanya.
Family
Rosalia Amanda Tan, komsel Pak Heri-Ibu Indri
Ibu Rosalia atau yang akrab disapa Cik Wawa ini mulai datang komsel sekitar bulan September 2008. Awalnya hanya sekedar mencoba, namun akhirnya merasa nyaman seperti dengan keluarga sendiri. Di sini ia belajar rutin saat teduh dan menulis jurnal harian (M1-M4). Sempat mengikuti Diklat Doa dan mengalami terobosan di sana juga. Dulunya emosional, sekarang bisa belajar untuk sabar. Perubahan yang Cik Wawa alami sangat berdampak bagi orang-orang di sekitarnya, termasuk anggota keluarganya. Hubungan dengan suaminya jauh lebih harmonis. Sekarang Cik Wawa bahkan telah membuka rumahnya untuk digunakan komsel juga. Salah seorang anggota komselnya bercerita bahwa suami Cik Wawa sangat senang dengan keikutsertaan istrinya di komsel. “Sejak ikut komsel, saya melihat banyak perubahan pada istri saya. Dia suka berdoa, membaca firman. Dan ada keterbukaan di antara kita.”
Saturday, May 23, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment