FOKUS KITA - 30 November
Ada sebuah cerita tentang seorang kakek yang hidup bersama cucu lelakinya yang masih muda di suatu perkebunan di daerah pegunungan. Setiap pagi kakek ini selalu bangun lebih awal untuk membaca Alkitab sebelum memulai segala aktivitasnya. Cucu lelakinya ingin sekali menjadi seperti kakeknya, sehingga ia mencoba untuk meniru sang kakek sekuat tenaga.
Suatu hari si cucu bertanya, "Kek! Aku mencoba untuk membaca Alkitab seperti yang kakek lakukan, tetapi aku tidak memahaminya. Dan, apa yang aku pahami juga kulupakan secepat aku menutup buku. Apa sih kebaikan dari membaca Alkitab?"
Dengan tenang sang Kakek menjawab sambil mengambil keranjang tempat arang, memutar serta melubangi keranjangnya, "Bawa keranjang ini ke sungai, penuhi dengan air dan bawa kemari lagi."
Sang cucu pun melakukan seperti yang diperintahkan kakeknya, namun semua air telah habis menetes sebelum tiba di depan rumahnya. Kakek tertawa dan berkata, "Lain kali kamu harus melakukukannya lebih cepat lagi," Ia pun menyuruh cucunya kembali ke sungai dengan keranjang itu untuk dicoba lagi. Sang cucu berlari lebih cepat, tetapi lagi-lagi keranjangnya kosong sebelum tiba di depan rumah. Dengan terengah-engah, ia berkata kepada kakek nya bahwa mustahil membawa air dari sungai dengan keranjang yang sudah dilubangi. Maka sang cucu mengambil ember lain sebagai gantinya. Sang kakek berkata, "Aku tidak mau ember, aku hanya mau keranjang arang itu. Ayolah, usahamu kurang cukup." Kakek pun pergi ke luar pintu untuk mengamati usaha cucu laki-lakinya itu.
Cucunya yakin sekali bahwa hal itu mustahil, namun ia tetap ingin menunjukkan kepada kakeknya, biar sekalipun ia berlari secepat-cepatnya, air tetap akan bocor keluar sebelum ia sampai ke rumah. Sekali lagi sang cucu mengambil air ke dalam sungai dan berlari sekuat tenaga menghampiri kakek, tetapi ketika ia sampai did epan kakek keranjang sudah kosong lagi. Sambil terengah-engah ia berkata, "Lihat Kek, percuma kan!"
"Jadi kamu pikir percuma?" Jawab kakek. Kakek berkata, "Lihatlah keranjangnya." Sang cucu menurut, melihat ke dalam keranjangnya dan untuk pertama kalinya menyadari bahwa keranjang itu sekarang berbeda. Keranjang itu telah berubah, dari keranjang arang yang tua kotor dan kini bersih luar dalam. "Cucuku, hal itulah yang terjadi ketika kamu membaca Alkitab. Kamu tidak bisa memahami atau ingat segalanya dalam sekali baca. Namun, ketika kamu membacanya lagi, maka kamu akan berubah luar dalam.”
Ternyata, untuk mengalami kuasa Firman Allah yang mengubah hidup kita dan mengalir keluar dari hidup kita untuk menjamah orang lain, diperlukan ketekunan yang terus-menerus tanpa kenal lelah. Ketekunan di sini meliputi:
1. Merenungkan Firman sampai menjadi rhema yang mengubahkan hati kita. Yosua 1:8 mengingatkan kita untuk merenungkan Firman siang dan malam (terus-menerus)
2. Memperkatakan Firman untuk melepaskan kuasa Allah bekerja mengalahkan tipu daya iblis atas situasi. Jika perkataan kita selalu negatif dan bukan kebenaran firman, jangan heran situasi atau orang yang kita doakan akan berubah menjadi baik.
3. Hidup sesuai Firman atau mempraktekkan Firman dalam hidup kita sehari-hari. Firman Allah pertama-tama haruslah mengubah diri kita terlebih dulu, membuka “sumbat-sumbat” dalam hidup kita, sehingga dapat mengalir keluar dari hidup kita. Kebenaran Firman itu ibarat sebuah sabun. Kita takkan pernah tahu kehebatan sabun itu jika kita tidak pernah memakainya.
4. Membagikan Firman kepada orang lain. Bukan hanya menceritakan kebenaran Firman kepada mereka, tetapi juga mengalirkan kuasa Firman dalam pelayanan kita untuk memulihkan serta membangun mereka yang membutuhkan.
Sudahkah kita mengalami kuasa Firman di dalam dan melalui hidup Anda? Jika belum, mari periksa bersama, sudahkah kita tekun melakukan keempat ketekunan di atas dan bukan sebagian saja?(l@/cerita ilustrasi: internet)
Sunday, November 30, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment