Sunday, August 10, 2008

Mission Trip Youth KrisPen





Wates & Solo, 27 Juni – 6 Juli 2008 (Bagian II)


SEPUTAR KITA 10 Agustus 2008


Beragam kendala dan tantangan yang bertubi-tubi menghadang tidak menyurutkan langkah para peserta untuk mengikuti Mission Trip (MT). Situasi di lokasi MT yang tidak terduga membuat para peserta semakin bergantung pada pertolongan dan kuasa Roh Kudus. Dan memang benar, bukan oleh kuat dan gagah manusia, namun kuasa Tuhan dan kasih karuniaNya semata membuat para peserta dapat terus melayani sampai akhir. Selalu ada pertolongan Tuhan yang ajaib di setiap situasi, dan hikmat ilahi yang mengalir tepat pada waktunya. Apa yang Tuhan kerjakan di lokasi, sungguh di luar rencana maupun skenario peserta. Bukan saja para jemaat maupun warga setempat yang diberkati, namun setiap peserta juga mengalami perjumpaan ilahi dengan Tuhan. Peserta bahkan dibuat terheran-heran melihat keajaiban cara kerja Tuhan melalui pelayanan mereka. Beberapa peserta bahkan merasa “tidak percaya” telah mampu melakukan pelayanan yang sebelumnya belum pernah mereka lakukan. Sungguh pelayanan mereka di luar kendali akal manusia.

Kembalinya Hati Bapa untuk Ngangkruk

MT Solo sedikit berbeda dengan MT Wates, karena MT Solo merupakan MT tingkat lanjutan. Kami pergi ke Solo, tepatnya Ds. Ngang- kruk, atas permintaan jemaat yang pernah kami layani pada tahun 2004 dan 2005 yang lalu. MT yang “tak terduga” ini seperti kerinduan yang menjadi nyata bagi tim MT KrisPen terdahulu yang melayani mereka pada tahun 2004 dan 2005. Waktu itu Tuhan membukakan kepada tim KrisPen tentang kebutuhan mendesak jemaat di sana, yaitu pembapaan/pemuridan. Tim telah melakukan upaya untuk menolong jemaat di sana, namun kala itu kurang maksimal, karena pemimpin dan jemaat yang bersangkutan (mungkin) belum memandang bahwa memuridkan jiwa adalah hal mendesak yang harus dilakukan secepatnya. Baru pada tahun 2008 inilah mereka benar-benar merasakan bahwa pemuridan adalah hal utama yang harus segera dikerjakan. Di sana, kami bergerak dalam dua arah. Pertama, menyiapkan para PKS dan calon PKS serta pembina untuk memiliki hati bapa bagi anak-anak rohaninya serta memperlengkapi mereka dengan cara praktis memuridkan jiwa melalui Training Membina Murid Kristus selama dua hari berturut-turut. Kedua, mempersiapkan hati jemaat untuk memiliki hati yang haus dan rindu untuk bertumbuh lewat pemuridan yang akan dilakukan oleh para pembina mereka nantinya. Untuk ini kami lakukan lewat pelayanan komsel, pembinaan pribadi, impartasi di ibadah. Puji Tuhan, 18 orang peserta Training mengalami lawatan dan mendapatkan hati bapa dari Tuhan. Lewat surat profetis yang diberikan tim kepada setiap peserta, mereka diteguhkan oleh panggilan Tuhan untuk menjadi bapa rohani bagi jiwa-jiwa. Semua peserta berkata bahwa surat yang diberikan sangat tepat dan pas untuk setiap mereka. Mereka bertobat dan berkomitmen untuk menjadi bapa rohani yang berfungsi maksimal bagi anak-anak rohani yang Tuhan percayakan. Demikian pula jemaat yang dilayani juga mengalami lawatan dan mendapatkan hati Bapa Surgawi. Selain itu, tim MT juga bersukacita ketika melayani pekerjaan rumah tangga dan membantu di sawah.


Tepat 2 minggu sebelum berangkat MT, masalah datang bertubi-tubi di komsel dan kesehatan saya. Ditambah lagi, ijin cuti dari kantor belum turun dan orang tua juga belum memberi ijin untuk saya. Saya rasanya ingin membatalkan saja rencana ikut MT. Hanya karena pertolonganNya yang ajaib menjelang keberangkatan, akhirnya saya bisa ikut MT. Saya sangat ingin ikut MT karena ingin menjadi berkat bagi tempat-tempat lain (selain Surabaya). Di Desa Ngangkruk, sehari-hari saya melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga, disamping pelayanan kepada jemaat. Selain melayani komsel, saya berkesempatan untuk menyampaikan Firman Tuhan di ibadah remaja (PPA) dan memimpin pujian di ibadah kaum muda serta acara Training PKS. Di lokasi MT banyak pengalaman dan tantangan yang saya alami. Perbedaan bahasa yang terkadang tidak saya mengerti sempat membuat saya terasing, namun saya berusaha cepat belajar dan bertanya jika tidak mengerti sehingga saya lebih mudah beradaptasi dengan budaya setempat. Saya juga belajar beradaptasi dengan makanan setempat yang cenderung pedas. Memimpin pujian di hadapan orang-orang yang lebih tua dan menyampaikan Firman Tuhan di tengah-tengah banyak orang adalah pelayanan yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya. Saya sempat ragu dan takut, tetapi saya berusaha untuk melakukan yang terbaik dan sangat bersandar pada bantuan Roh Kudus. Praise Lord, Tuhan mampukan saya untuk melayani mereka. Bagi saya, MT ini sangat berbeda dengan MT yang pernah saya ikuti. Semuanya menjadi pengalaman baru buat saya (Novi Sugiarto, MT Ngangkruk)

Sudah begitu lama saya tidak lagi punya hati untuk pelayanan misi. Tetapi, di awal tahun 2008 ini dan ketika ada pengumuman akan diadakan MT, saya kembali diingatkan Roh Kudus untuk punya hati lagi buat pelayanan misi, terutama di daerah-daerah pelosok di Indonesia. Di Ngangkruk, selain melakukan pekerjaan rumah sehari-hari, saya juga berkesempatan membagikan Firman Tuhan kepada anak-anak pelajar dan kesaksian di ibadah kaum muda serta acara Training PKS. Di sana ada beragam tantangan yang menggoncangkan area kenyamanan saya, terutama pembentukan karakter. Saya yang seringkali ‘moody’ (angin-anginan), ketika di lokasi Tuhan ajar saya untuk siap melayani setiap saat dengan sepenuh hati tanpa dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang tidak nyaman sekalipun. Saya bertekad sepulang MT tidak mau menjadi orang yang moody lagi. (Lisa Juliana, MT Ngangkruk)

Saya ikut MT ingin membagi hidup kepada orang-orang yang ada di ladang misi. Di Ngangkruk, saya sangat bersukacita mendapat kesempatan untuk berbagi kesaksian kepada orang-orang muda tentang pertolongan dan visi yang Tuhan beri dalam hidup saya. Selain itu saya juga melayani sebagai singer di ibadah kaum muda dan ibadah Minggu. Puji Tuhan, Tuhan menjamah orang-orang yang kami layani. Di lokasi MT, saya juga berusaha ‘melebur’ dalam kehidupan masyarakat setempat untuk dapat berbagi hidup lebih banyak dengan mereka. Salah satunya adalah dengan ikut terjun membantu menanam padi di sawah. Saya tidak ingin membuat batasan dengan orang-orang yang saya layani. Karena itu, saya ingin ikut mengalami (paling tidak, sedikit) kehidupan masyarakat di pedesaan. Dengan begitu, ketika saya berbagi hidup (sharing) dengan mereka, mereka tidak canggung atau sungkan. Tantangan yang saya hadapi adalah justru mereka menolak ketika saya berusaha membantu di sawah, karena mereka menganggap saya adalah tamu dan tidak pantas berkotor-kotor di sawah seperti mereka. Tetapi, ketika saya akhirnya langsung terjun ke sawah, puji Tuhan semua kecanggungan berakhir. Selanjutnya pintu untuk berbagi hidup dan kebaikan Tuhan kepada mereka langsung terbuka. Lewat pelayanan di ladang misi, saya juga mendapatkan banyak pelajaran hidup langsung yang tidak saya dapatkan dari pelayanan di dalam gedung gereja. (Diyan Kurnianto, MT Ngangkruk)

Saya bisa ikut MT ini hanya karena kasih karunia Tuhan. Sekalipun ini bukan MT pertama saya, namun saya tetap me-ngalami “sindrom pra MT”, seperti takut, gelisah, tidak yakin mampu. Saya bahkan sempat mengalami keringnya masa padang gurun yang lumayan panjang. Tapi, saya tahu itu baik buat saya, supaya tidak mengandalkan kekuatan sendiri, tetapi kuasa Tuhan. Dan benar, mulai dari masa persiapan sampai pelaksanaan, sekalipun sudah berusaha lakukan yang terbaik, saya seolah dibuat “buntu” oleh Tuhan. Hikmat Tuhan berikan justru pada detik-detik terakhir sebelum keberangkatan maupun sebelum pelayanan di sana. Itu mengubah semua rencana tanpa dapat saya cegah. Ketika melayani mereka, apa yang saya katakan atau lakukan juga benar-benar di luar kendali saya. Puji Tuhan! Tuhan telah ambil alih semuanya dan bekerja lebih dari apa yang saya pikirkan! Sukacita terbesar saya adalah saat melihat setiap orang yang kami layani mengalami perjumpaan ilahi dengan Tuhan dan mereka dipulihkan. Di MT ini saya bertugas memimpin doa malam dan memimpin Training untuk PKS dan Pembina. (Yulia W., MT Pandantoyo & Solo)


Pemulihan untuk Brenggolo

Di Brenggolo, kami berkesempatan melayani sebuah jemaat perintisan. Selama 3 hari melayani jemaat yang ada di sana, Tuhan bukakan kepada kami tentang kebutuhan jemaat di sana. Secara spesifik jemaat memerlukan pemulihan, khususnya tentang hubung-an suami-istri, orang tua dengan anak. Beberapa jemaat sedang mengalami goncangan hebat dalam rumah tangga yang mengarah pada kehancuran. Pemulihan adalah kebutuhan utama jemaat tersebut. Hal kesetiaan/takut akan Tuhan juga masih kurang. Terlihat dari adanya beberapa orang yang walaupun sudah mengalami Tuhan dalam banyak hal, bahkan mujizatNya, tetapi seringkali dia lebih memilih kepentingan mereka sendiri dibandingkan beribadah kepada Tuhan. Di daerah ini roh agamawi dan fanatisme terhadap aliran gereja sangat kuat. Mereka bahkan ada yang berpandangan lebih baik pindah agama daripada pindah aliran gereja. Selama 3 hari melayani kami melakukan kegiatan-kegiatan yang meliputi: pemetaan rohani, bangun hubungan dengan warga yang tinggal di dekat gereja. Kami juga mengadakan komsel, dimana kami sepakat membagikan kebenaran tentang pengampunan. Banyak orang yang dilawat Tuhan, khususnya ibu-ibu, tetapi mereka masih belum benar-benar terbuka. Besoknya, sepanjang hari bersama pemimpin jemaat, kami berkunjung ke beberapa jemaat yang dalam kondisi baik maupun bermasalah. Dengan jemaat yang mengalami masalah kami merasakan keterbatasan waktu, merekapun tidak banyak terbuka, mungkin karena kami mengunjunginya bersama pemimpin. Hari terakhir kami melayani sekolah minggu, dilanjutkan dengan melayani ibadah raya. Dalam ibadah kami membagikan tentang kesetiaan kepada Tuhan, lebih-lebih ketika dalam keadaan menderita. Kami membagikan Firman yang mengangkat kisah Sadrakh, Mesakh & Abednego. Ketika altar call, banyak orang mengalami jamahan Tuhan. Setelah ibadah mereka mulai bisa terbuka dan menceritakan masalah-masalah mereka. Karena keterbatasan waktu di hari terakhir itu, pelayanan kami pun tidak leluasa. Rasanya perlu ada kunjungan/MT lagi untuk jemaat di sana.

Karena kebutuhan jemaat baru kami sadari setelah setengah perjalanan pelayanan kami di Brenggolo, kami sempat tidak percaya diri dan tertekan dengan kondisi yang ada. Awalnya kami berpikir akan mengalami hal-hal yang spektakuler dalam melayani jemaat ini, seperti mengusir roh jahat atau menyembuhkan orang sakit karena kami tahu peperangan kami melawan penguasa-penguasa, penghulu-penghulu udara yang jahat. Ditambah lagi pemimpin setempat kurang mendukung kehadiran kami. Kondisi-kondisi seperti itulah yang membuat kami (saya) tertekan karena merasa tidak dapat melakukan banyak hal untuk jemaat ini, kami merasa tidak percaya diri untuk melayani mereka. Akhirnya malah kami sendiri yang mengalami Tuhan untuk menang dari kondisi ini. Kami mengalami breakthrough saat kami, satu tim bersatu hati menyembah Tuhan sebelum saat teduh di hari terakhir. Dan, Tuhan benar-benar meneguhkan dan menguatkan kami semua, karena Tuhanlah yang berkuasa atas segalanya, yang penting kami melayaniNya dengan semangat yang terbaik. Kami menyerahkan hasilnya kepada Tuhan. Puji Tuhan, di hari terakhir, Tuhan lawat jemaat di sana. (Oscar Budi Prasetia, MT Brenggolo)

Saya ikut MT karena mau belajar lebih lagi melayani jiwa-jiwa. Motivasi saya hanya ingin melayani. Itu saja. Di sana, bersama teman kami melayani komsel dan mengunjungi jemaat. Pengalaman yang sangat berkesan adalah ketika melayani seorang ibu yang sedang mengalami masalah yang cukup berat. Saya sangat terbeban untuk mendoakannya. Ketika keesokannya kami mengunjunginya, dia belum mau terbuka. Namun, besoknya ketika selesai ibadah Minggu, ibu tersebut tiba-tiba langsung bercerita tentang masalah yang sedang dialaminya sehingga saya punya kesempatan untuk melayaninya. Dari pengalaman itu, Tuhan ingatkan saya bahwa hidup kita ini sungguh berarti buat orang lain bila kita mau membagikannya. MT sangat luar biasa dan saya menanti-nantikan lagi saat diadakannya lagi. (Rut Kristina, MT Brenggolo)

Saya sangat antusias untuk lekas pergi ke ladang misi, karena itu adalah kerinduan saya untuk berbagi hidup dengan orang lain, terlebih orang-arang yang berlatar belakang kehidupan atau lingkungan yang berbeda dengan saya. Pengalaman yang paling berkesan yaitu pada saat mengunjungi salah seorang jemaat bernama Pak Har. Dia merasa tertolak, minder karena latar belakang kehidupan keluarganya, sehingga cenderung menambahi atau menyanggah pendapat orang lain. Saya sempat mendoakan dia dan dia sudah mulai terbuka mengenai masalahnya yang dia ceritakan ketika komsel. Beberapa kendala sempat saya alami ketika MT. Kurangnya keterbukaan, keterbatasan waktu MT, perbedaan budaya dan bahasa. Saya sulit berkomunikasi dengan penduduk asli di sana karena mereka sering menggunakan bahasa Jawa. Bagi saya MT sangat menarik karena saya berkesempatan untuk membagi hidup dengan mereka dalam ketulusan dan kekeluargaan. MT sangat sayang untuk dilewatkan karena itu merupakan kehormatan bagi kita untuk menjadi rekan kerjaNya membawa keselamatan dan pemulihan bagi jiwa-jiwa di ladang misi. Selain itu, kerohanian kita akan sangat dibangun di sana. (Joy Yohanes, MT Brenggolo)

Alasan saya ikut MT bukan untuk sekedar mengunjungi daerah pelosok, tapi saya ingin menanam benih kebenaran Firman Tuhan di ladang misi. Saya berharap benih kebenaran tersebut akan bertumbuh di sana. Di Brenggolo saya bertugas melayani di sekolah Minggu dan memimpin pujian di komsel selain melakukan pekerjaan rumah tangga serta besuk ke rumah jemaat. Melayani orang-orang yang jauh lebih tua serta melayani sekolah Minggu adalah tantangan bagi saya. Saya sempat takut dan bingung karenanya. Tapi, melayani sekolah Minggu sagat berkesan buat saya, karena tanpa sadar saya telah mengalami sendiri bagaimana kuasa Roh Kudus memimpin saya dalam melayani mereka mulai dari memimpin pujian hingga menyampaikan Firman. Tanpa hikmat dari Tuhan saya tidak dapat menyampaikan Firman secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh anak-anak. Saya rindu MT diadakan setiap tahun, dan kalu perlu MT dimasukkan dalam agenda komsel. (Kristianingsih, MT Brenggolo)

Alasan saya mengikuti MT adalah karena ingin melihat, mengalami serta merasakan sesuatu yang sangat berbeda dari yang selama ini hanya saya lihat di TV. Saya ingin berbagi hidup dengan orang-orang yang ada di ladang misi, dan saya menjadikan MT sebagai sarana untuk melayani. Melalui kehidupan yang saya temui di ladang misi, saya diingatkan untuk terus memiliki kerinduan melayani Tuhan tanpa ada batasan usia, disamping kesetiaan serta penghormatan akan hadirat Tuhan setiap waktu. Saya juga harus terus belajar bersyukur apapun yang terjadi dalam hidup ini karena hal itu adalah yang terbaik dari Tuhan. Hal yang paling berkesan adalah lewat pelayanan di MT saya semakin disadarkan bahwa saya takkan pernah mampu memahami jalan/cara Tuhan dengan kemampuan kita sendiri. RancanganNya adalah yang terbaik dan penuh dengan damai sejahtera, walaupun keadaan di sekitar atau orang terdekat menentang hal tersebut. Pada akhirnya Tuhan yang akan berkarya sendiri dalam dan melalui hidup kita. (Ervina, MT Sanding)

No comments: