KEMULIAAN SEORANG HAMBA
Normalnya setiap orang tidak ingin menjadi hamba. Kalaupun seseorang mau menjadi hamba, itu biasanya karena ia diupah. Dan inilah fakta yang terjadi. Jika seseorang mampu, ia pasti lebih memilih untuk menjadi tuan daripada seorang hamba, bawahan, pembantu atau pesuruh. Sebab, hamba selalu identik dengan ketidaknyamanan. Ia dituntut harus takluk kepada tuan, pemimpin atau bosnya. Dengan kata lain ia hidup untuk majikannya. Sebaliknya, tuan biasanya identik dengan kenyamanan. Baik karena adanya fasilitas maupun pekerjaan yang tidak banyak tuntutan.
Tidak hanya di dunia sekuler, prinsip menjadi “tuan” juga masuk ke dalam kekristenan. Di dalam gereja, tidak sedikit orang yang bersikap menjadi “tuan”. Beberapa cirinya adalah mereka tidak mau melayani, hidupnya tidak mau berubah dan tidak mau tunduk pada otoritas. Inilah penyebab sebuah gereja tidak dapat bertumbuh sesuai rencana Allah.
Dalam hidup kekristenan, sikap hamba tidak boleh diabaikan. Yesus sendiri telah menjadi teladan seorang hamba yang melayani. Ketika masih hidup di dunia, Yesus selalu menerapkan prinsip kehambaan dalam melayani orang lain. Ia mengatakan bahwa Anak Manusia (Yesus) datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. (Markus 10:45)
Hamba dalam bahasa Yunani adalah “doulos” yang berarti budak. Dan seorang budak tidak lebih dari tuannya. Ia harus takluk pada tuan, sebab ia dibeli dari pasar budak. Jadi, apapun yang dikehendaki oleh tuan, maka si budak harus melakukannya, suka ataupun tidak suka. Seorang hamba tidak bisa melakukan apa yang menjadi kehendak pribadinya.
Sikap hamba haruslah dimiliki oleh setiap pribadi yang telah ditebus oleh Yesus. Sebab, sebagaimana Yesus Sang Penebus telah menjadi hamba bagi semua orang, demikian umat tebusan-Nya harus hidup sebagai hamba yang melayani-Nya dengan melayani orang lain. Sayangnya, banyak pemimpin gereja masa kini begitu sulit “menjadi” hamba, sedangkan dalam Markus 10:43-44 Yesus mengatakan bahwa jika seseorang ingin menjadi pemimpin atau terkemuka, maka ia harus mulai dari bawah. Amanat Agung Yesus supaya kita pergi dan menjadikan semua bangsa murid-Nya juga tidak terlepas dari kehambaan dan pelayanan. Kita harus mau menjadi hamba yang melayani jiwa-jiwa supaya setiap orang menjadi serupa Kristus. Seorang hamba Tuhan harus rela hidup bagi orang lain.
Bagaimana kita menjadi hamba yang sejati?
1. Tidak lagi mementingkan diri sendiri.
Matius 10:39 berkata bahwa orang yang mempertahankan nyawa akan kehilangan nyawanya, dan orang yang kehilangan nyawanya karena Tuhan akan memperolehnya. Pernyataan ini sangat radikal. Sebagai hamba yang sejati kita tidak lagi mengutamakan diri pribadi. Jika kita tahu ada teman yang membutuhkan pertolongan dan kita tidak berusaha untuk menolongnya, maka kita sedang mementingkan diri sendiri. Hamba merelakan hidupnya untuk orang lain dan inilah yang menyukakan hati Allah. Hak pribadi kita telah diserahkan kepada Tuhan untuk melayani Dia. Siapapun diri kita. Apakah kita seorang karyawan, pelajar, mahasiswa, ataupun pemimpin perusahaan, kita tetap melayani Allah melalui jiwa-jiwa yang kita temui. Membesuk dan mendoakan orang yang sedang sakit adalah pelayanan hamba Tuhan.
2. Selalu menyenangkan tuan kita.
Kita adalah hamba, Yesus adalah Tuan kita. Kita harus selalu menyenangkan-Nya. Galatia 1:10 berkata, “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.” Rasul Paulus menegaskan supaya kita belajar dari hidupnya yaitu selalu menyukakan hati Allah. Inilah yang menjadi kemuliaan seorang hamba Tuhan, yaitu menyenangkan Tuhan. Tetapi, kemuliaan harus didahului dengan perbuatan hamba, sebab tidak ada kemuliaan tanpa salib. Yesus dimuliakan Allah ketika Ia rela mengosongkan diri dan menjadi hamba yang taat sampai mati di kayu salib bagi dosa manusia.
Tidak ada kemuliaan tanpa menjadi seorang hamba. Kalaupun kita menjadi hamba Tuhan, itu bukan untuk meminta upah dari-Nya, sebab kita bukan hamba upahan. Tetapi, biarlah kita menjadi hamba yang rela melayani karena kita mengasihi dan ingin menyenangkan-Nya. Sebab, Ia telah terlebih dulu mengasihi dan menebus hidup kita dengan harga yang sangat mahal di kayu salib yang takkan pernah dapat kita bayar kembali. (you)
10 Karakter Hamba Sejati
1. Hamba sejati senantiasa mendedikasikan hidupnya untuk orang lain, tanpa memikirkan kepentingannya sendiri.
2. Hamba sejati tidak pernah menganggap dirinya lebih penting daripada orang lain dan tidak akan mengambil keuntungan dari kelemahan orang lain.
3. Hamba sejati selalu memberi kesempatan dan dorongan kepada orang lain untuk mengalami keberhasilan dan tidak iri melihat keberhasilan yang dicapai oleh orang lain.
4. Hamba sejati tidak berusaha untuk mengambil pujian bagi diri sendiri dari pekerjaan yang dilakukan bersama, bahkan ia rela untuk tidak dikenal.
5. Hamba sejati senantiasa rela untuk menyerahkan haknya bagi orang lain.
6. Hamba sejati rela mengutamakan kepentingan bersama dan menjaga nama baik orang lain.
7. Hamba sejati siap menerima tanggung jawab dan senantiasa melakukan lebih dari yang diminta.
8. Hamba sejati siap bekerja keras dan dengan senang hati melakukan pekerjaan yang “rendah” sekalipun.
9. Hamba sejati siap ditegur dan bersedia mengakui kesalahannya.
10. Hamba sejati siap menerima peninggian dari Allah tanpa menjadi tinggi hati.
Saturday, April 5, 2008
Fokus Kita April 6
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment