Kebesaran Seorang Hamba
Yesus berkata, ”... Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.” (Markus 10:42-44.).
Ketika merenungkan perkataan Tuhan Yesus di atas, hati saya bertanya-tanya, ”Apa istimewanya hamba alias budak, sehingga Yesus tertarik memakai profesi ini untuk menyatakan ukuran ”kebesaran” seseorang?” Dilihat dari manapun, seorang hamba tidak memiliki kebesaran apapun. Jangankan kebesaran, hak dan kuasa sedikitpun tidak dimilikinya. Kalaupun seorang hamba memiliki hak atau kuasa atas sesuatu, itu adalah pemberian atau titipan tuannya, dan jika tuannya mengambil hak atau kuasa tersebut kembali, maka berakhir pula hak atau kuasa si budak. Dengan kata lain, seluruh hidup seorang budak adalah semata-mata milik tuannya dan untuk tuannya.
Ketika merenungkannya lebih dalam makna hamba yang sejati, ternyata sungguh luar biasa mengagumkan karakter yang ada dalam sebuah kata hamba. Hamba yang sejati menunjuk pada suatu sikap yang lahir dari hati, yang diwujudkan dalam tindakan nyata, semata-mata karena kasih dan pengabdian tanpa pamrih kepada seorang tuan. Hamba sejati bukan sekedar mau ”melakukan pekerjaan” hamba. Tetapi, juga memiliki sikap hati yang benar-benar taat dan setia melakukan kehendak tuan yang dikasihinya. Sejenak mari kita periksa, apakah hati, pikiran serta perbuatan kita telah mencerminkan seorang hamba yang sejati? Melakukan ”pekerjaan hamba” tidak akan ada artinya tanpa memiliki hati dan pikiran seorang hamba yang taat dan setia karena kasih kepada Tuan Agung kita.
Yesus berkata, ”... Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.” (Markus 10:42-44.).
Ketika merenungkan perkataan Tuhan Yesus di atas, hati saya bertanya-tanya, ”Apa istimewanya hamba alias budak, sehingga Yesus tertarik memakai profesi ini untuk menyatakan ukuran ”kebesaran” seseorang?” Dilihat dari manapun, seorang hamba tidak memiliki kebesaran apapun. Jangankan kebesaran, hak dan kuasa sedikitpun tidak dimilikinya. Kalaupun seorang hamba memiliki hak atau kuasa atas sesuatu, itu adalah pemberian atau titipan tuannya, dan jika tuannya mengambil hak atau kuasa tersebut kembali, maka berakhir pula hak atau kuasa si budak. Dengan kata lain, seluruh hidup seorang budak adalah semata-mata milik tuannya dan untuk tuannya.
Ketika merenungkannya lebih dalam makna hamba yang sejati, ternyata sungguh luar biasa mengagumkan karakter yang ada dalam sebuah kata hamba. Hamba yang sejati menunjuk pada suatu sikap yang lahir dari hati, yang diwujudkan dalam tindakan nyata, semata-mata karena kasih dan pengabdian tanpa pamrih kepada seorang tuan. Hamba sejati bukan sekedar mau ”melakukan pekerjaan” hamba. Tetapi, juga memiliki sikap hati yang benar-benar taat dan setia melakukan kehendak tuan yang dikasihinya. Sejenak mari kita periksa, apakah hati, pikiran serta perbuatan kita telah mencerminkan seorang hamba yang sejati? Melakukan ”pekerjaan hamba” tidak akan ada artinya tanpa memiliki hati dan pikiran seorang hamba yang taat dan setia karena kasih kepada Tuan Agung kita.
Yulia Windyasari
Pemimpin Redaksi
Pemimpin Redaksi
No comments:
Post a Comment