FOKUS KITA
Sekelompok anak muda yang mengaku penggemar grup band tertentu tampak begitu antusias menyaksikan grup band kesayangannya menyanyi di atas panggung. Mereka mengenakan berbagai atribut yang merupakan ciri khas grup band tersebut, dan terus meneriakkan nama beberapa personilnya tanpa henti. “I Love You!!!! I Love You!!!” Ketika vokalis band menginstruksikan mereka untuk mengangkat tangan sembari mengikuti irama musik, dengan kompak sekumpulan anak muda tersebut menurutinya. Sesekali mereka menjerit lebih keras ketika sang vokalis mendekat, berupaya untuk menggapai tangan mereka.
Hanya anggota klub fans Yesus?
Paragraf di atas adalah gambaran sebuah klub penggemar. Sekelompok orang yang begitu tertarik akan seorang figur yang menjadi idola. Mereka bersama-sama berkumpul, bertukar informasi tentang idolanya, dalam taraf tertentu mereka bisa saja mengikuti apa yang dilakukan oleh idola tersebut, entah baik atau buruk, entah paham artinya atau tidak. Mereka mungkin tertarik dengan ketampanan atau kecantikan fisik idolanya, karya-karyanya, Tetapi mengenal pribadinya? Belum tentu. Selain itu, klub penggemar biasanya cenderung eksklusif, nampak susah menerima komunitas lain di luar hal-hal yang berkaitan dengan idolanya. Bahkan, tidak jarang mereka berlaku anarkis jika dirasa ada hal-hal yang mengusik idolanya.
Ilustrasi tentang klub penggemar di atas menggambarkan apa yang sering terjadi pada orang percaya saat ini. Bukan berarti salah menjadikan Yesus sebagai idola. Dalam kasus ini, Yesus memang figur yang tidak bisa disamakan dengan artis atau penyanyi mana pun. Artis atau penyanyi adalah manusia yang tidak sempurna, lain halnya dengan Yesus. Namun seringkali, yang kerap kita lakukan adalah, hanya menjadi anggota dari klub penggemar. Dari luar terlihat begitu antusias meneriakkan ‘I Love You’, paham ayat-ayat dan kebenaran firman Tuhan, tetapi mengenal pribadiNya? Dari luar, komunitas klub penggemar orang percaya ini tampak begitu solid, tetapi lama kelamaan eksklusif dan hanya peduli dengan dirinya sendiri.
Berkarya nyata bagi sekitar kita
Roma 12:2 berkata, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
Memang Alkitab dengan jelas sekali menyaksikan panggilan Allah untuk bersatu dan memberitakan Injil, tetapi panggilan untuk menjadi satu tersebut diresponi dan dikembangkan secara keliru dan berat sebelah oleh jiwa yang berdosa. Akibatnya, apa yang dihasilkan bukanlah berkat dan kebaikan, melainkan kejahatan yang tersamar. Seringkali justru, umat Kristen semakin eksklusif, menutup diri, egois, dan tak dapat menjadi berkat bagi dunia ini. Panggilan untuk bersatu dan saling mengasihi telah diubah menjadi upaya untuk menggalang dan menciptakan "solidaritas kelompok". Persis seperti ketika negara-negara Kapitalis berkabung, mengheningkan cipta dan mengutuki pengeboman atas gedung kembar World Trade Center di New York dan Pentagon di Washington DC pada 11 September 2001.
Akibatnya adalah pemberitaan Injil yang seharusnya lahir dari jiwa yang penuh belas kasihan dan kasih Kristus atas mereka yang masih hidup dalam gelap, telah berubah menjadi sekadar keinginan atas pertambahan jumlah. Tanpa disadari, telah muncul budaya Kristen yang ekslusif yang memberi perasaan keterasingan, permusuhan, dan penolakan terhadap dunia luar. Berikut adalah hal-hal yang harus diwaspadai agar kita sebagai umat Kristen tidak hanya menjadi anggota klub fans Yesus, namun juga menjadi pelaku Firman yang sejati:
1. Perasaan takut dan alergi terhadap umat beragama lain yang ada di sekitar kita.Ketakutan yang tidak pada tempatnya biasanya lahir dari pemahaman yang keliru tentang kebenaran Firman Allah. Panggilan untuk memberitakan Injil, misalnya, telah berubah menjadi hukum keharusan untuk memberitakan Injil bagi setiap orang Kristen dengan cara dan pendekatan yang sama. Akibatnya, pemberitaan Injil dilakukan di luar konteks "menjadi berkat" dan toleransi menghargai perbedaan yang merupakan modal utama untuk menjadi berkat tidak ada lagi. Seolah-olah toleransi menghargai perbedaan merupakan sikap yang keliru oleh karena merugikan dan membahayakan eksklusivitas iman sehingga perlu dihindari jauh- jauh.
2. Sikap mengisolasi dan bermusuhan terhadap dunia.Gereja (ekklesia) adalah kumpulan anak-anak tebusan-Nya yang di tempatkan "di tengah dunia untuk menjadi berkat bagi dunia". Itulah sebabnya, Allah mengizinkan umat- Nya hidup bersama, bahkan bekerjasama dengan "anak-anak dunia" dalam hampir setiap bidang kehidupan. Panggilan untuk umat Kristen adalah panggilan untuk menjadi terang dan garam. Bagaimana bisa menjadi dampak nyata jika kita memutuskan untuk menjauhi dunia?
Di tengah berbagai permasalahan kehidupan yang diizinkan Allah ini, banyak umat Kristen terus-menerus jatuh dalam berbagai kesalahan. Kita kerap tidak menyadari adanya berbagai peran yang harus mereka mainkan karena di satu pihak mereka "bukan milik dunia", tetapi di pihak lain "mereka adalah bagian dari realitas kehidupan di dunia". Ini saatnya kita sebagai umat Kristen, ambil bagian dalam dunia ini, membawa dampak perubahan yang nyata.
Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya didepan orang; supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.
-Matius 5:16-
Tuesday, August 31, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment