FOKUS KITA
Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.
-Mazmur 1:1-2-
Dilema dalam hidup yang telah merdeka
Siapa bilang bahwa kemerdekaan adalah akhir dari kisah kehidupan, yang nantinya pasti ‘happily ever after’ atau hidup bahagia selama-lamanya? Sama halnya dengan memperoleh kemerdekaan yang harus diperjuangkan, kelanjutan dalam hidup yang telah merdeka juga harus melewati perjuangan. Meski kita telah dimerdekakan dari segala dosa, selama masih hidup di dunia, tentu masalah akan tetap ada. Namun, sebagai ciptaan yang baru, perbedaan terletak pada bagaimana respon kita atas segala masalah tersebut.
Baru-baru ini saya mendengar kisah seorang rekan yang merupakan pengusaha tentang pembayaran pajak perusahaannya. Ia bercerita bahwa hampir setiap bulan Maret di putaran tahun, akan banyak pemilik perusahaan mulai mengeluh kerepotan dan mendadak jadi banyak pekerjaan, karena pada bulan itu harus melakukan tutup buku tahun fiskal sebelumnya. Jadi artinya, mereka harus melakukan perhitungan keuntungan mereka, dan mulai menghitung-hitung berapa pajak yang harus dibayarkan.
Sudah merupakan kewajaran sepertinya, kalau setiap orang pasti akan berusaha membayar seminimal mungkin. Bahkan kalau masih dirasa kebesaran, maka mereka akan berusaha menutup-nutupi banyak harta atau penghasilan mereka. Tujuannya cuma satu, yaitu bagaimana caranya mereka dapat membayar sekecil mungkin.
Bertanggung jawab dalam kemerdekaan
Tapi tahukah Anda, betapa repotnya menutup-nutupi segala kekayaan yang memang sudah ada? Satu kebohongan harus ditutupi dengan kebohongan yang lain. Begitu seterusnya. Dan saya yakin, sekalipun memang kelihatannya itu semua bisa di-akal-i, tapi pasti ada satu hal lain yang akan lebih mengejar kita dibandingkan hanya sekedar takut ketahuan. Yaitu rasa bersalah kepada Tuhan. Dosa yang kita biarkan terakumulasi tanpa kita sadari itu akan menjadi beban dalam hidup kita. Dan memang itulah yang banyak dilakukan oleh orang dunia hari-hari ini. Kita bisa melihat begitu banyak kasus yang terjadi melalui media setiap harinya. Dari yang jumlahnya mungkin hanya beberapa juta, sampai milyaran bahkan trilyunan. Herannya, banyak yang mulai terbiasa dan merasa bahwa hal itu, wajar-wajar saja.
Tapi satu hari nanti, kita semua akan mengalami ‘audit’ yang tidak bisa dihindari, yaitu dari Tuhan sendiri. Setiap kita akan dibukakan bagaimana cara kita hidup. Tidak ada yang tidak bisa menghindari hal ini. Dan repotnya lagi, di saat semua ini terjadi, tidak akan ada petugas Tuhan yang dapat disuap atau ‘dibereskan’ dengan cara kita. Semuanya akan terjadi begitu rupa sehingga tidak ada yang bisa menghindarinya.
Kebenaran yang memerdekakan
Tidaklah salah kalau Tuhan mengatakan bahwa ‘Kebenaran itu akan memerdekakan’. Memang sesungguhnyalah kalau kita hidup dalam Kebenaran dan mempertahankan cara hidup yang benar, maka kita akan terbebas dari banyak kesengsaraan yang tidak perlu. Sekalipun memang dengan hidup benar, artinya kita harus membayar pajak lebih banyak, harus mengalami banyak ejekan, dan bisa jadi harus batal mendapatkan proyek-proyek besar. Tapi kalau Tuhan mengatakan bahwa Kebenaran itu akan memerdekakan, maka kemerdekaan itu juga akan menuntun kita pada hal yang lebih baik tentunya.
Ketika kita melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak Tuhan, kita akan melihat bagaimana Dia sendiri akan menuntun kita untuk mendapatkan buahnya. Buah-buah yang mungkin sekarang tidak kita pahami, tapi kita akan melihatnya dan menikmatinya. Dan buahnya ini akan benar-benar terasa manis dan sedap di lidah dan dapat mengenyangkan dengan cara yang benar.
Taurat itulah yang merupakan sumber informasi dari semua Kebenaran Tuhan. Ketika kita menyukainya, dan merenungkannya setiap waktu, maka kita akan menemukan esensinya untuk kita terapkan dalam hidup kita. Dan tentunya, di dalam kebenaran itu ada kemerdekaan. Orang yang merdeka itulah yang hidupnya bahagia.
Mengapa bisa dikatakan bahagia? Tentu saja dia bahagia, karena dia tidak perlu menutupi sesuatu dalam hidupnya. Dan dia bahagia karena tidak perlu menjadi orang lain. Dia bahagia karena setiap langkahnya tidak perlu melakukan kepura-puraan. Apa adanya, dan setiap orang bisa melihat. Hidup seperti ini adalah hidup yang bebas dan merdeka. Bukankah itu menyenangkan?
Mari kita mulai melakukannya, dan kita mulai hidup kita dengan mencintai Firman Tuhan dan merenungkannya siang dan malam. Biar setiap kebenaranNya akan menuntun kita menuju kemerdekaan dan kebahagiaan. (vln)
1 Petrus 2: 16
Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah.
Sumber: internet, olahan penulis
Sunday, August 15, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment