Monday, August 2, 2010

Beriman = Menantang Kemustahilan

FOKUS KITA


Siapa yang tidak mengenal Abraham - orang yang disebut sebagai bapak orang percaya? Dia adalah orang yang menerima janji Allah bahwa Allah akan membuatnya menjadi bangsa yang besar. Seorang ayah yang diminta Allah untuk mengorbankan anak tunggalnya (yang ditunggunya selama 75 tahun…dan ia taat. Dan kita tahu akhir kisah Abraham-Ishak ini. Kita tahu bahwa Allah tak pernah mengingkari perjanjian-Nya.

Abraham juga manusia yang pernah lemah dalam menanti janji Allah. Yang pernah melancangi Tuhan dan meletakkan pernikahannya dalam bahaya. Dan pernah meragukan janji Allah (Kejadian 15.2-3). Dia menuruti perkataan istrinya untuk “membantu” Tuhan menggenapi rencana-Nya dengan menghampiri Hagar.

Sang Bapa Orang Percaya bukanlah seorang manusia super yang sangat kuat memegang janji Tuhan sehingga tidak pernah meragukannya. Orang yang masuk dalam deretan pahlawan iman ternyata pernah keder imannya melihat kenyataan yang di depan mata.

Ya..ternyata Abraham tidak jauh berbeda dari kita..syukurlah! Benar-benar sebuah fakta yang melegakan, bukan? Namun, apa resep Abraham untuk tetap mempercayai Tuhan?

Roma 5:1
Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.

Kejadian 15:4-6
Tetapi datanglah firman TUHAN kepadanya … Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.

Abraham hidup dalam damai sejahtera dengan Allah karena ia dibenarkan oleh imannya. Setelah meragukan janji Tuhan, Abraham percaya kepada-Nya. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan.

Kita berharap untuk suatu janji yang telah diucapkan. Menantikan penggenapan suatu janji bukan kegiatan yang menyenangkan. Malah bisa dibilang suatu pengalaman yang menyengsarakan.

Roma 5:3-5
Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.

Ibrani 10:23, “Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia.”

Abraham bermegah dalam kesengsaraannya menantikan janji Tuhan, sekalipun ia jatuh bangun menantikannya. Sekalipun adalah sesuatu yang mustahil baginya dan Sara untuk memiliki keturunan. Namun Abraham tahu bahwa Allah yang memberikan janji itu kepadanya adalah Allah yang setia.”

Kejadian 12:1-2, “Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: … Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.”

Kejadian 13:14-16, “Setelah Lot berpisah dari pada Abram, berfirmanlah TUHAN kepada Abram: … Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmupun akan dapat dihitung juga.”

Roma 10:17, “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.”

Tuhan terus memperkuat iman Abraham dengan mengulangi janji-Nya berkali-kali (dua ayat itu hanyalah sebagian kecil dari firman-Nya kepada Abraham) dan Abraham selalu mendengar janji itu diucapkan.

Kejadian 17.18-19
Dan Abraham berkata kepada Allah: "Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!" Tetapi Allah berfirman: "Tidak, melainkan isterimu Saralah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya.

Ibrani 11.17-19
Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. … Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali.

Tidak hanya sekali dua Abraham mendengar janji Allah mengenai dirinya. Itu sebabnya imannya dengan kuat mengatakan bahwa Allah berkuasa. Imannya itu menunjang pengharapannya sehingga ia pun taat saat Allah meminta Ishak, satu-satunya keturunannya yang diakui Allah. Dan…ya, Allah menggenapi janji-Nya dengan cara yang mustahil dilakukan manusia.

Pada dasarnya beriman adalah mempercayai kemustahilan. Allah kita adalah seorang pakar kemustahilan. Sebab kalau bukan sesuatu yang mustahil, kita tidak memerlukan Tuhan dan tidak perlu percaya kepada-Nya. (dra)

No comments: