Saturday, February 6, 2010

Still Loving You (Saya Masih Mengasihimu)

FOKUS KITA


Pada bulan-bulan terakhir tahun 2009 yang lalu saya mengalami masa-masa suram. Mulai dari nenek saya yang terjatuh sehingga harus dioperasi sampai perang dingin dengan salah seorang teman yang cukup dekat dengan saya. Yang terberat adalah yang terakhir. Bukan berarti saya tidak mengacuhkan nenek saya, tetapi masalah kesehatan nenek saya relatif ringan karena semangat hidupnya yang tinggi membuat beliau berangsur-angsur membaik. Sementara perang dingin saya dan teman baik saya ini memakan waktu yang lama dan melelahkan saya. Perang dingin kami itu adalah yang pertama−dan semoga yang terakhir. Sebelumnya kami juga pernah terlibat konflik, namun dia tidak pernah mendiamkan saya. Dalam setiap konflik kami, saya selalu dibuat pusing oleh dia sampai saya berpikir tidak mau lagi mempedulikannya. Tetapi, sejak saya ikut ESC tahun 2009 lalu, saya belajar untuk menempuh mil yang kedua dalam mengasihi orang lain. Itulah yang membuat saya berespon beda terhadapnya menjelang akhir tahun lalu. Saya telah berkomitmen untuk tetap mengasihinya apapun yang terjadi. Jadi, saya tetap berusaha menjalin komunikasi dengan teman saya ini sekalipun minus tanggapan. Dan itu menyakitkan. Ya, tetap mengasihi seseorang saat orang itu tidak mempedulikan Anda benar-benar menyakitkan. Namun saya tetap berjuang mempedulikan dia dan melibatkan dia dalam acara-acara bersama serta berusaha untuk membereskan perang dingin yang diawali oleh kesalahpahaman ini.

Tahukah Anda bahwa lawan kata Kasih bukanlah Benci, melainkan Ketidakpedulian? Saat kita membenci seseorang kita masih memikirkan dia. Namun saat kita tidak mempedulikan seseorang, kita memilih untuk tidak berurusan lagi dengannya. Kita cuek terhadap dia dan kebutuhan-kebutuhannya.

Sebenarnya saat kita tidak mempedulikan seseorang, kita sedang tidak sabar dengan orang itu. Kita mencari keuntungan diri kita sendiri, menyimpan kesalahan orang itu dan tidak percaya yang terbaik darinya. Kita sedang tidak sabar menanggung konflik kita dengannya. I Korintus 13.4-8a memberikan definisi kasih sejati. Ayat-ayat tersebut seringkali dikutip saat seseorang berbicara tentang kasih. Dan saya juga akan mengutipnya,” Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan.

Bagaimana supaya kita tetap mempedulikan orang-orang yang berulang kali konflik dengan kita? Sesaat setelah masalah itu terjadi, saya mendatangi pembina saya dan meminta pendapat beliau.

Langkah pertama adalah carilah seseorang yang dapat Anda percayai, seseorang yang dewasa secara rohani untuk dimintai pendapatnya. Pembina saya waktu itu mendengarkan, menasihati saya, dan meminta saya untuk berdoa.

Langkah kedua adalah berdoa. Doa mengubahkan hati. Bukan hanya hati orang yang kita doakan, namun juga kita sendiri. Saat saya berdoa untuknya, saya mendapati hati saya tetap mengasihi dia. Bukan berarti saya tidak pernah tergoda untuk tidak mempedulikan dia, tetapi saya dapat mengalahkan godaan itu.

Langkah ketiga adalah tetap mempercayai yang terbaik dari diri orang tersebut sekalipun hal itu terlihat tak mungkin. Saya tetap percaya bahwa semua perkataan dan perbuatan positif saya kepadanya selama masa perang dingin itu akan tetap membekas dalam dirinya.

Terakhir, tetaplah berkomunikasi dengannya sekalipun tanggapan orang tersebut tak sesuai dengan harapan kita. Komunikasi memegang peranan penting dalam hidup kita karena menghubungkan kita dengan orang lain. Komunikasi membuat kita mengerti maksud orang lain. Komunikasi bukan hanya berbicara, namun juga mendengarkan. Bahkan poin mendengarkan ini lebih tinggi daripada berbicara. Yakobus berkata agar kita cepat untuk mendengar, namun lambat berkata-kata dan juga lambat untuk marah.

Saat saya membuat tulisan ini, kesalahpahaman itu telah usai setelah saya melakukan semua hal di atas. Bahkan pihak yang berinisiatif untuk melakukan pemberesan, pada akhirnya, adalah teman saya ini. Jujur, saya sudah tidak lagi berharap dapat berbaikan dengannya setelah semua usaha saya untuk berbaikan terlihat tak ada hasilnya. Saya berpikir saya akan tetap melakukan bagian saya sekalipun dia tidak lagi mau berurusan dengan saya. Namun, puji Tuhan, Bapa yang mengubahkan hati kami berdua sehingga hubungan kami kembali seperti sedia kala. (dra)

No comments: