FOKUS KITA
Ada seorang wanita bernama Carol Darnell. Ia memiliki seorang ayah yang begitu menyayanginya dan juga semua saudaranya. Namun ayahnya memiliki cacat fisik. Cacat fisik yang dialami oleh ayahnya adalah memiliki bentuk muka yang tidak normal, bahkan ayahnya megalami operasi wajah beberapa kali. Ketika Carol masih kecil, ia sering dicium oleh ayahnya sebagai bentuk kasih sayang ayah kepada anaknya.
Suatu saat Carol bertanya kepada ayahnya bahwa apakah hidungnya akan menjadi pesek kalau sering dicium. Ayahnya menjawab dan meyakinkan bahwa itu tidak akan pernah terjadi. Carol bertanya karena hidung ayahnya yang tidak normal. Carol bercerita kepada orang lain bahwa ayahnya adalah orang yang luar biasa ramah, sabar, bijaksana dan penyayang. Bagi Carol ayahnya adalah pahlawan dan cinta pertamanya. Setiap kali ayahnya bertemu dengan orang lain, maka ia tidak pernah mempermasalahkan kecacatan wajahnya. Ayah tidak pernah membiarkan ketidaksempurnaan fisik mengatur hidupnya.
Ketika ayah Carol dianggap tidak menarik untuk pekerjaan sebagai penjual, ia mengambil sepeda, menjadi pengantar barang dan menciptakan rutenya sendiri. Ketika angkatan darat tidak menerima lamarannya, ia menjadi sukarelawan.
Pada suatu malam, Carol bersama teman-teman semobil penuh singgah ke rumahnya untuk mengambil beberapa makanan ringan untuk begadang. Ayahnya keluar dari kamar tidurnya dan menyalami teman-temannya, menyuguhkan soda dan membuatkan popcorn. Salah seorang temannya menarik Carol ke samping dan bertanya, “Ayahmu kenapa?” Pada saat itu juga Carol memandang ayahnya dalam ketidaksempurnaan bahkan seperti monster. Carol menyuruh teman-temannya lekas pergi dan mengantar mereka pulang.
Sepanjang malam itu Carol menangis, bukan karena sadar bahwa ayahnya berbeda, tetapi karena sadar betapa ia menjadi orang yang berpikir dangkal. Karena ketika temannya bertanya, “Ayahmu kenapa?” Carol langsung mengukur ayahnya berdasarkan penampilan luarnya. Yang ada dalam pikirannya saat itu adalah seorang ayah yang berbeda, cacat dan tidak normal, bahkan ia lupa bahwa ayahnya seorang yang sangat menyayangi istri, anak-anak dan kepada sesama manusia. Carol sadar dan ia langsung bersyukur dengan keadaan ayahnya. Ia bersyukur karena mengenalnya lebih dahulu, sebelum orang lain menunjukkan kekurangan-kekurangan fisiknya.
Saat ini ayahnya telah tiada. Empati, rasa belas kasih dan kepedulian kepada orang lain merupakan sifat-sifat yang diwariskannya kepada Carol. Semua itu adalah hadiah terbesar yang dapat diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya yaitu kemampuan untuk mencintai orang lain tanpa memandang status sosial, ras, agama atau kecacatan mereka, juga ketekunan dan ketabahan untuk menerima hidup apa adanya. (Ringkasan dari buku Chicken Soup for The Unsinkable Soul).
Cerita di atas menyatakan kebenaran kasih dan cinta dari sudut yang benar. Setiap kita bisa saja, bahkan gampang sekali menyatakan kepada kedua orang tua, “Papa-mama, I love you,” ketika segala sesuatu berjalan lancar. Mungkin saat itu mereka tidak menjengkelkan bagi kita, selalu dapat uang jajan bahkan selalu lebih, fasilitas yang memadai yang mereka berikan. Tetapi jika sebaliknya yang terjadi, apakah kita masih bisa mengatakan, “I love you,” ketika mereka jatuh miskin, mereka terasa kaku, tidak ada uang jajan, mejengkelkan bahkan merepotkan kita?
Bentuk pernyataan kasih yang sebenarnya akan teruji ketika semua tidak berjalan dengan semestinya. Pernyataan dan tindakan kasih akan terbukti secara nyata pada saat badai menerpa kedua orang tua kita. Mari kita belajar dari Carol Darnell. Lakukan yang terbaik untuk kedua orang tua kita, bahkan ketika mereka atau kita sendiri sedang berada dalam kesulitan. Salah satu perintah Firman Allah adalah “Hormatilah ayah dan ibumu,” maka berkat Allah akan turun kepada kita, orang tua bahkan keturunan kita. Penghormatan sejati tidak lahir dari rasa takut, tetapi rasa kasih terhadap mereka. Melalui kata-kata dan perbuatan kita kepada orang tua kita.(you)
Saturday, February 20, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment