Saturday, February 13, 2010

Cerita Tentang Kasih Sayang

SPECIAL INSPIRATIONAL STORY


Pada suatu ketika, ada sebuah pulau yang dihuni oleh semua sifat manusia.
Di pulau tersebut hiduplah Optimisme, Pesimisme, Pengetahuan, Kemakmuran, Kesombongan, dan Kasih Sayang. Pada suatu hari, pulau tersebut dilanda badai yang begitu besar dan hampir tenggelam. Ketika sifat-sifat tersebut mendengar berita ini, mereka dilanda kepanikan. Beberapa saat kemudian mereka mulai tenang dan merencanakan tindakan untuk menyelamatkan diri. Karena hidup di pulau, kebanyakan dari mereka punya perahu. Jadilah mereka semua memperbaiki perahu masing-masing dan mengatur pemberangkatan dari pulau.

Kasih Sayang belum siap. Dia tidak memiliki perahu sendiri. Dia telah meminjamkannya kepada seseorang bertahun-tahun yang lalu. Dia menunda keberangkatannya hingga saat-saat terakhir agar dia bisa membantu orang lain bersiap-siap. Pada akhirnya, Kasih Sayang memutuskan bahwa dia harus meminta bantuan.

Kemakmuran baru saja berangkat dari dermaga di depan rumahnya yang besar.
Perahunya besar sekali, lengkap dengan semua teknologi paling mutakhir dan perangkat navigasi. Jika bepergian dengannya sudah pasti perjalanan mereka akan menyenangkan.
"Kemakmuran," panggil Kasih Sayang, "bolehlah aku ikut bersamamu?"
"Tidak bisa," jawab Kemakmuran. "Perahuku sudah penuh. Berhari-hari kuhabiskan waktuku untuk memenuhinya dengan seluruh emas dan perak milikku. Bahkan hanya tersisa sedikit ruang untuk perabotan antik dan koleksi seni. Tidak ada ruang untukmu disini."

Kasih Sayang memutuskan untuk minta tolong kepada Kesombongan yang sedang lewat di depannya menaiki perahu yang unik dan indah.
"Kesombongan, sudikah engkau menolongku?"
"Maaf, " kata kesombongan. "Aku tidak bisa menolongmu. Tidakkah kau lihat sendiri? Kamu basah kuyup dan kotor. Coba bayangkan, betapa kotornya dek perahuku yang mengilat ini nanti jika kamu naik."

Lalu Kasih Sayang melihat Pesimisme yang sedang berusaha sekuat tenaga mendorong perahunya ke air. Kasih Sayang meletakkan tangannya ke buritan kapal dan membantu Pesimisme mendorong perahunya. Pesimisme mengeluh terus menerus. Entah perihal perahunya terlalu berat, pasirnya terlalu lembut, dan airnya terlalu dingin. Tentang peringatan yang diberikan mendadak sekali, pulau ini tidak seharusnya tenggelam, atau mengapa semua kesialan ini terjadi padanya. Meski pesimisme tidak tampak seperti teman seperjalanan yang menyenangkan, kasih sayang tetap bertanya.
"Pesimisme, bolehkah aku menumpang perahumu?"
"Oh, Kasih Sayang, engkau terlalu baik untuk berlayar denganku. Sikapmu yang penuh perhatian bahkan menjadikanku merasa lebih bersalah dan tidak karuan. Bayangkan, seandainya ada ombak besar yang menghantam perahu kita dan engkau tenggelam. Bagaimana menurutmu perasaanku jika itu terjadi? Tidak, aku tidak bisa mengajakmu."

Salah satu perahu yang dilihat terakhir kali meninggalkan pulau adalah Optimisme. Dia tidak percaya dengan segala omong kosong tentang bencana dan hal-hal buruk, yaitu bahwa pulau ini akan tenggelam. Seseorang akan mampu berbuat sesuatu dan sebelum pulau ini benar-benar tenggelam. Kasih Sayang berteriak memanggilnya, tetapi Optimisme terlalu sibuk menatap ke depan dan memikirkan tujuan berikutnya sehingga dia tidak mendengar. Kasih Sayang berteriak memanggilnya sekali lagi, tetapi bagi Optimisme tidak ada istilah menoleh kebelakang. Dia sudah meninggalkan masa lalu di belakang, dan berlayar menuju masa depan.

Pada saat Kasih Sayang sudah nyaris putus asa, dia mendengar sebuah suara, "Ayo, naiklah ke perahuku."
Kasih Sayang merasa begitu lelah dan letih sehingga dia langsung naik dan meringkuk di atas perahu dan langsung tertidur. Dia tertidur sepanjang perjalanan sampai nakhkoda kapal mengumumkan bahwa mereka telah sampai dit anah kering dan dia bisa turun.
Dia begitu berterima kasih dan gembira karena perjalanannya berjalan aman. Dia pun berterimakasih kepada sang nakhoda dengan hangat, kemudian meloncat ke pantai.

Dia melambaikan tangannya ketika pelaut itu meneruskan perjalanannya. Baru pada saat itulah dia sadar kalau lupa menanyakan nama nakhoda itu.
Ketika di pantai dia bertemu dengan Pengetahuan dan bertanya, "Siapa tadi yang menolongku?"
"Itu tadi Waktu" jawab Pengetahuan.
"Waktu?" tanya Kasih Sayang, "Mengapa hanya Waktu yang mau menolongku ketika semua orang tidak mau mengulurkan tangan?"
Pengetahuan tersenyum dan menjawab, "Sebab hanya Waktu yang mampu mengerti betapa hebatnya Kasih Sayang." (vln)

Sumber: internet

No comments: