KELUARGA KITA
Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. (Roma 12:10)Suatu ketika, Anda mungkin akan mengalami perlombaan lari dengan tiga kaki. Saya ingat perlombaan yang saya ikuti bersama suami saya pada acara piknik musim panas di gereja saya. Matahari bersinar cerah dan awan tipis bergerak perlahan. Beberapa orang duduk-duduk di kursi panjang, bercanda. Beberapa orang lainnya melakukan permainan di meja atau permainan sepatu kuda, dan mereka yang punya banyak tenaga bermain sofbol atau tarik tambang.
Kemudian diadakan perlombaan lari dengan tiga kaki! Setelah anak-anak berlomba, tibalah saatnya untuk pasangan yang sudah menikah. Seseorang mengikat kaki kiri saya dengan kaki kanan suami saya, dan kami saling berangkulan untuk menjaga diri kami. Peluit tanda mulai pun ditiup, dan kami mulai berlari ke tujuan kami di ujung lapangan. Saya tertawa dan berteriak ketika kami secepat mungkin mengalahkan tim lain. Tidak ada waktu untuk berdebat siapa yang akan memimpin, giliran siapa sekarang, atau jalan mana yang dipilih. Kami segera setuju dengan strategi untuk memenangkan lomba, dan tidak satu pun dari kami yang mencoba berlari mendahului. Bila kami tidak bekerja sama, kami akan jatuh, seperti beberapa pasangan lainnya.
Pernikahan memunyai banyak kemiripan dengan perlombaan lari dengan tiga kaki ini, bedanya pernikahan membutuhkan lebih banyak perjuangan untuk menjalaninya! Pernikahan membutuhkan hubungan yang dekat dan yang pribadi dengan Yesus. Pernikahan membutuhkan komunikasi aktif -- belajar untuk benar-benar mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang lain, dan belajar untuk menunjukkan diri dengan cara yang tidak melukai orang lain. Pernikahan juga membutuhkan kerja sama, perhatian, penghargaan, pertimbangan, dan tawa yang tidak terbatas. Kita berjanji untuk saling mengasihi, menghibur, merawat, dan menerima pasangan dalam keadaan baik atau pun buruk. Pernikahan membutuhkan dua orang, yang bersama-sama berjalan ke arah yang sama, untuk menang.
Ketika menikah, saya berpikir bahwa saya bisa mengubah suami saya, tetapi itu adalah hal yang tidak masuk akal. Saya harus menerima dan mengasihi dia, termasuk kekurangannya, sama seperti dia harus menerima saya. Ketika kami punya pendapat yang berbeda, saya harus belajar untuk menyerahkan masalah ini kepada Tuhan dan berdoa, "Tuhan, salah satu dari kami benar dan satunya lagi salah. Bila saya salah, ubahlah saya. Bila dia salah, ubahlah dia, dan beri saya kesabaran untuk menunggu jawaban dari-Mu."
Dan Anda tahu? Itu berhasil! Cobalah dan lihat hasilnya!
Sumber: buletin e-konsel edisi 201, terjemaahan dari: Marriage: A Three-legged Race, Celia Mejia Cruz
Saturday, February 13, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment