FOKUS KITA
Fenomena Mentalitas Konsumen
Fenomena gereja belakangan ini banyak diwarnai dengan kecenderungan dan orientasi untuk sekedar memenuhi kekeringan rohani. Charles Colson mengatakan, di abad ini, iman telah menjadi semacam ‘barang’, dimana gereja berperan sebagai stand-stand untuk mendapatkannya. Kehadiran jemaat dalam setiap ibadah, semata-mata hanya untuk memenuhi kepuasan mereka. Akibatnya, alasan ingin mendapatkan khotbah yang bagus atau musik yang menyentuh serta alasan sejenis itu banyak dijumpai ketika ditanya alasan kedatangannya ke gereja.
Mentalitas sebagai konsumenlah yang menjadi pemicu fenomena ini. Colson menyebutnya sebagai mentalitas McChurch. Suatu mentalitas yang telah menjadikan gereja sebagai salah satu pemain dalam persaingan bisnis modern. Jemaat pun dimanjakan dengan produk-produk pelayanan spiritual semisal urapan ilahi, doa pemulihan, hingga kesembuhan ilahi. Fenomena ini berdampak pada krisis identitas gereja. Gereja sebagai simbol Kerajaan ALLAH menjadi wadah pemenuhan kepuasan spiritual jemaat belaka. Survei yang dilakukan Business Week misalnya menyebutkan angka penjualan buku di toko-toko buku Kristen didominasi oleh buku-buku yang terfokus pada penghargaan, kepuasaan, dan analisa pribadi, dimana rujukan utamanya adalah pengalaman hidup sang penulis.
Hilangnya Panggilan Utama Gereja
Dampak lebih jauh dari mentalitas McChurch adalah menelanjangi otoritas gereja. Gereja kehilangan 2D yang sangat vital: disciple (pemuridan) dan discipline (disiplin). Hal ini disebabkan karena gereja lebih berorientasi pada upaya membahagiakan jemaat, bukan lagi membuat mereka kudus.
Tujuan utama setiap agama tidak sekedar pada orientasi umat secara pribadi, tetapi lebih pada tujuan dan cita-cita universalnya: berdampak secara langsung dan terlibat menciptakan dunia yang lebih sejahtera, berkeadilan, penuh kedamaian bagi kehidupan seluruh mahluk ciptaan ALLAH di muka bumi.
Puncak capaian tatanan situasi semacam inilah yang diidealkan oleh berbagai agama: menghadirkan Kerajaan ALLAH di dunia. Suatu kerajaan yang tidak melulu berbicara tentang kepuasan batin, tetapi lebih didominasi oleh kepentingan kesejahteraan bersama. Ia tidak bertanya apa yang dibutuhkan jemaat saja, tetapi ia akan mencari jawaban atas pertanyaan apa yang dibutuhkan dunia.
Mentalitas Kerajaan Allah
Dengan demikian, mentalitas Kerajaan ALLAH, adalah mentalitas yang mendorong umat untuk berpikir bahwa kesejahteraan bangsa, negara, dan dunia adalah kesejahteraannya juga, bukan mentalitas yang hanya melulu menjadikan jemaat larut dalam upaya menyelesaikan krisis pribadi, sehingga lalai memikirkan orang lain.
Sesuai dengan panggilan gereja kita pada tahun ini, mari kita memperbaharui pandangan kita yang lama. Mari kita berhenti bersibuk-sibuk dalam program gereja dan terus-terusan merasa ‘bahagia’ dengan kenyamanan kondisi gereja kita. Mari melangkah keluar, menjawab panggilan Tuhan, dan menjadi jawaban bagi orang-orang di luar sana yang membutuhkan kasihNya! (vln/dari berbagai sumber)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment