Saturday, September 6, 2008

Sebuah Proses Kelahiran Pelayan Sejati


Kesaksian Peserta Excellent Servant Camp (ESC)-Bagian I

SEPUTAR KITA - 7 September 2008

Pada tanggal 29-31 Agustus 2008 yang lalu, Excellent Servant Camp (ESC) telah dilaksanakan, sebagai pembuka dari rangkaian pemuridan SPK Pengabdi. Selama 3 hari lamanya, sebanyak 94 orang pekerja KrisPen “diasingkan” di Griya Shakinah untuk mengikuti proses pelatihan untuk menjadi pelayan yang memiliki karakter serta nilai Kristus. Camp yang diadakan secara tertutup ini memang sarat dengan nilai-nilai dan pembentukan. Sekalipun demikian, tak satupun peserta terlewatkan oleh lawatan kuasa Allah pada setiap sesi. Di camp ini, setiap peserta dibawa mengalami kembali kuasa salib Kristus dan menyadari bahwa kemulian seorang pelayan sejati hanyalah salib Kristus semata.

Saya belajar banyak hal yang belum pernah saya dapatkan secara nyata sebelumnya (selama ini hanya teori), yaitu bagaimana kualitas yang Tuhan inginkan sebagai pelayan Tuhan. Saya memutuskan untuk melayani Tuhan dengan segenap hati dan kekuatan saya. Tidak berdasarkan perasaan, tetapi berani mengambil tanggung jawab apapun resikonya, belajar menyerahkan hak sama seperti teladan Yesus. Di ESC saya juga belajar tunduk dan taat kepada otoritas, melayani dengan hati hamba. Saya tidak menyesal mengikuti camp ini, Bahkan berterima kasih karena camp ini sudah mengubah paradigma saya. (Yeanny Wangke/Ko. Operator LCD Keluarga)

Seperti namanya, di ESC saya benar-benar dilatih dalam meresponi suatu problem dengan benar, bukan sekedar mencari mana yang benar atau salah. Ini terasa sulit, karena saya adalah orang yang sangat mementingkan faktor benar/salah. Selain itu yang terpenting adalah di sini saya banyak belajar tentang kerendahan hati. Saya mengerti lebih jelas bahwa saya ini bukan siapa-siapa. Segala sesuatu yang saya andalkan dan banggakan selama ini bukan milik saya. Saya kembali belajar untuk membawa “hati”, datang kepadaNya dengan kemurnian hati, bukan dengan kekuatan ataupun pengetahuan. Lewat pendisiplinan atas setiap kelalaian, saya jadi menghargai setiap hal kecil yang sering saya anggap tidak penting. Saya juga banyak merenungkan masa-masa perjumpaan dengan Yesus dan perubahan hidup saya. Saya bersyukur dapat menjalani 3 hari ini. Tentunya tidak akan berhenti sampai di sini, tetapi terus dibawa dalam realita sehari-hari saya. (Valencia Leonata/PeMuJi)

Saya benar-benar disadarkan bahwa segala sesuatu selalu ada konsekuensinya! Di sini saya diajar untuk jangan pernah memakai pola pikir/paradigma yang lama, yang “biasanya”. Saya juga diingatkan Tuhan bahwa kesombongan kita adalah awal kejatuhan kita. Tiga hal tersebut yang Tuhan ingatkan dan ajarkan lagi kepada saya di ESC yang kedua ini. Saya berkomitmen untuk mengubah cara hidup saya dan terus menjaganya! (Tommy Kwok/PJ Youth)

Awalnya saya enggan ikut ESC sekalipun penatua berkali-kali mendorong, karena saya mendengar cerita-cerita miring tentang ESC. Tapi, suatu hari saya mengambil keputusan untuk ikut ESC karena mau tunduk dan taat kepada pemimpin. Ternyata apa yang menjadi keputusan saya itu sungguh menjadi berkat bagi keluarga saya. Di ESC, asal kita mau dengar-dengaran, tunduk dan taat, maka semua akan terasa menyenangkan. Di sini saya juga belajar bahwa keterbukaan adalah awal pemulihan. Saya mengampuni mertua yang selama ini saya rasa menjadi penghalang bagi pertumbuhan rohani saya. (Lanny Tanjung/Pendoa)

Harapan saya saat mengikuti ESC adalah memiliki kembali cinta mula-mula kepada Tuhan, karena berbulan-bulan terakhir sebelum ESC saya tidak bisa fokus ketika datang mencari Tuhan, hati terasa kering, pelayanan hanya rutinitas saja, hidup dalam zona nyaman. Saat ESC saya benar-benar menyiapkan hati, karena saya rindu Tuhan berbicara banyak kepada saya. Dan saya pun mendapatkannya. Tuhan banyak pulihkan saya, mulai dari gambar diri yang salah, perasaan takut dihukum serta paradigma yang salah dalam memandang Tuhan. Selama ini saya merasa sangat tertuduh saat jatuh dalam dosa. Tuduhan itu saya rasakan berhari-hari karena saya merasa saat jatuh dalam dosa Tuhan akan menghukum saya. Hal itu berpengaruh pada hubungan saya dengan sesama. Puji Tuhan, saya dilawat dan dipulihkan. Saya siap menjadi prajurit Tuhan yang militan, punya hati hamba, tunduk dan taat pada otoritas. Haleluya! (Oscar Budi Prasetia/PKS Youth)

Saya mendapatkan pelajaran berharga di ESC, yaitu tentang tunduk dan taat pada otoritas. Sebelumnya saya paling sulit untuk tunduk dan taat pada otoritas pelayanan di Teen. Kalau diberi tugas saya sering membantah dan tidak melaksanakan tugas. (Andini Rachmawati/Usher Teen)

Saya beruntung bisa mengikuti ESC, karena di sini saya banyak belajar bagaimana menjadi seorang hamba yang sejati, seorang tentara Allah. Saya kembali mendapatkan makna dan arti serta nilai-nilai dari pengorbahan Yesus di kayu salib yang selama ini telah hilang dari diri saya. Di ESC saya banyak diajar kedisiplinan, jiwa pelayan yang sejati dan ketertiban. Terus terang selama ini saya termasuk orang yang tidak suka peraturan dan perintah. Tapi, di sini saya mendapatkan kebenaran tentang pentingnya peraturan, otoritas dan perintah. Puji Tuhan! (Patricia/Pembina Anak)

Saya sangat disadarkan bahwa yang terpenting/diharapkan dari penebusan/pengampunan bukanlah kata “maaf” ataupun penyesalan, tetapi PERTOBATAN! Saya belajar hal ini ketika ikut menanggung akibat dari kesalahan anggota regu saya. Anggota regu saya tersebut sangat menyesal, tapi tidak bertobat. Penyesalannya menjadi tidak berarti buat saya sama sekali. Tapi, saat kesalahan itu terulang lagi, puji Tuhan dia bertobat. Ini adalah refleksi pengorbanan Yesus buat hidup saya. Menyesali dosa itu penting, tapi yang Dia harapkan adalah PERTOBATAN saya. (Yenny Fransiska S./Creative)

Awalnya, saya ikut ESC sebagai kepala regu dengan hati yang terpaksa. Tetapi, selama camp yang kedua ini saya paradigma saya diubahkan tentang hati nurani yang murni, ketaatan, kekeluargaan, kepedulian terhadap jiwa-jiwa, termasuk anggota regu saya. Sepulang ESC saya mau terus menjangkau jiwa-jiwa, membina teman-teman komsel dan taat kepaad otoritas serta memiliki hati nurani yang murni dalam melakukan segala sesuatu untuk Tuhan. (Indra Gunawan/PKS Teen)

Saya dipulihkan lebih dari dugaan saya. Ketika pra-camp saya diliputi ketakutan yang amat sangat tentang camp ini. Saya bahkan berpikir untuk batal ikut. Puji Tuhan, Tuhan berbicara lewat Kak Hanna pada saat pra-camp supaya kami enjoy saja saat ESC berlangsung, dan membawa hati yang lemah lembut, terbuka, serta mau diajar. Tuhan berbicara pada hari pertama bahwa kadang saya masih memikirkan apa kata orang dan saya terlalu perfeksionis. Sebelumnya saya tidak sadar telah menjadi orang yang begitu egois dan jauh dari Tuhan. Saya mementingkan tanggung jawab pekerjaan saya lebih dari segalanya. Saya mulai dipulihkan, puncaknya pada hari kedua, dimana saya membuat komitmen baru untuk benar-benar memberi yang terbaik dalam pelayanan saya dan mulai peduli akan jiwa-jiwa serta orang-orang di sekitar saya. Tuhan juga perintahkan saya untuk melakukan pemberesan di keluarga saya. (Lanny Tanamal/Komunikasi)

Apa yang tidak biasa saya lakukan, bisa saya lakukan. Di ESC saya belajar tunduk, taat, berespon benar apapun situasinya, menyerahkan hak untuk nyaman. Di sini saya belajar bahwa meskipun kita berbeda pendapat, tapi harus tetap mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak. Belajar minta maaf, saling mengasihi dan berkorban buat orang lain (Kasmani/Pendoa)

Lewat ESC saya diajar untuk harus memperhatikan sesama, terutama saudara seiman, meskipun tidak kenal atau mereka yang selama ini tidak dipedulikan. Saya juga diingatkan bahwa Yesus telah menderita untuk menebus dosa kita, jadi jangan senang untuk berbuat dosa lagi. Saya diingatkan untuk memiliki hati kembali buat Indonesia. Komitmen saya adalah mau berdoa syafaat lagi untuk Indonesia dan melakukan pelayanan dengan maksimal. (Yohanes Yulianto/PA Youth)

Sebelum ikut ESC saya mengalami konflik dengan atasan saya di kantor. Meskipun saya telah tunduk dan taat pada atasan tersebut, namun saya tidak melakukannya dengan hati sebagai hamba (tidak bersungut-sungut). Akibatnya, apa yang saya lakukan/kerjakan tidak bisa maksimal. Setelah ESC, saya berkomitmen untuk mengubah respon/sikap hati terhadap otoritas sehingga kemuliaan Tuhan dinyatakan lewat hidup saya (Yuli Gunawan/Usher Youth)

Banyak berkat yang saya terima lewat ESC ini. Tamun, yang paling me-rhema adalah tentang tunduk dan taat terhadap otoritas serta sikap yang rela berkorban. Saya diajarkan bahwa saya harus tetap tunduk kepada otorita yang masih berwenang dan taat selama perintah-perintahNya sesuai dengan firman Tuhan. Saya belajar untuk rela berkorban dan menanggung bersama-sama kesusahan satu orang, karena saya dan teman-teman adalah satu. (Joy Yohanes/Usher Youth)

Sebelumnya saya hanya bermain-main saja dalam pelayanan, tetapi setelah saya ikut ESC saya jadi mengerti arti dan nilai-nilai pelayanan yang sesungguhnya Tuhan harapkan dari diri saya. Banyak hal yang saya dapatkan di ESC ini. Melalui setiap sesi, pola pikir saya diubahkan. Jika awalnya saya selalu egois dan tidak mempedulikan orang lain, di ESC saya belajar untuk peduli terhadap orang lain. Sekarang saya juga mengerti tentang arti kekeluargaan yang sesungguhnya.(Daud Juli Setiawan, Usher Teen)

Saya dapat lebih menghargai arti pengorbanan Kristus di kayu salib. Saya berkomitmen untuk tidak lagi hidup dalam zona nyaman, kedagingan maupun dosa-dosa. Sebab, ketika saya berbuat dosa, saya sama dengan orang-orang yang meneriakkan “Salibkan Dia, salibkan Dia.” Sudah cukup penderitaan Kristus di kayu salib. Saya tidak mau lagi main-main dengan hidup saya. Saya mau hidup radikal! (Arif Widodo Soejoto/Usher Youth)

Dua jam sebelum keberangkatan ke lokasi ESC, saya sempat merasa down dan membatalkan keikutsertaan saya. Banyak hal menjadi alasan saya, antara lain: anak sakit, situasi pekerjaan yang sedang kritis, konflik dengan istri dan beberapa anggota regu saya tiba-tiba batal ikut. Tapi, 30 menit sebelum berangkat Tuhan berkata bahwa asal saya mau berangkat, Dia akan melawat saya. Benar! Di salah satu sesi, saya ditegur keras oleh Tuhan dan saya minta maaf kepada Penatua Hanna. Di akhir penentuan nilai-nilai, saya mengalami terobosan baru. ESC tahun ini dahsyat… luar biasa! Lebih dari ESC tahun lalu. (Iwan Sukmadi/PKS Keluarga)

Selama ini saya selalu merasa sudah menampilkan diri saya apa adanya, tidak melebih-lebihkan. Tapi, saya baru sadar bahwa selama ini saya sering melakukan pelayanan dengan kekuatan saya sendiri. Saya tidak memberikan kesempatan kepada Tuhan untuk berkuasa dalam hidup dan pelayanan saya. Dalam sesi “Prinsip Dasar Kehidupan” saya disadarkan bahwa saya telah sombong karena melakukan segala sesuatu (pelayanan) berdasar kekuatan sendiri, merasa mampu sendirian dan tidak membutuhkan bantuan pihak lain. Saya sekarang sadar, bahwa dalam pelayanan apapun saya harus tetap mengijinkan Tuhan berkuasa di dalamnya. Di sini saya juga belajar untuk mau mendengar dan dikritik oleh orang lain, terutama oleh orang yang lebih muda dan fungsi/jabatan yang lebih rendah dari saya. Selama ini sebagai orang yang punya jabatan tinggi di organisasi kampus, saya merasa tidak butuh kritikan dari orang yang lebih yunior dari saya. Saya mau belajar melepaskan hak dan mau rendah hati untuk menerima kritikan. (Diyan Kurnianto/PeMuJi)

Selama ESC berlangsung semua sifat buruk saya terlihat. Sifat pemberontak, tidak sabar, dan suka menggerutu kelihatan di ESC. Tapi saya bersyukur, saya mendapatkan berkat melalui camp ini. Saya tidak boleh egois dan acuh tak acuh terhadap orang lain orang lain. (Angga Wahyu Sena/Usher Teen)

Saya belajar menghargai ketepatan waktu, menyerahkan hak (walaupun sakit saya mau belajar taat). Belajar melayani Tuhan lebih sungguh-sungguh dan berani bayar harga. Di sini saya juga diajar untuk mencintai Tuhan lebih dari semua. Saya mendapatkan banyak berkat dan saya rindu teman-teman sepelayanan saya bisa ikut ESC yang akan datang. (Rosana Rubino/Tamu-GPPS Sepanjang)

Saya belajar untuk menerima diri saya yang bisa gagal, belajar menerobos dinding ketakutan akan kegagalan. Baru kali ini saya menjadi kepala regu dan saya takut kalau-kalau ada anggota regu yang “gagal”, tapi saya belajar untuk tidak mendikte, tetapi member pengertian pada mereka. Saya juga belajar untuk menyerahkan hak atas masa depan saya kepada Tuhan. Saya diajar untuk tidak “ngotot” mempertahankan pendirian saya. Saya baru sadar bahwa ternyata saya masih bermasalah dengan otoritas saya ketika saya merasa diri benar. (Debora R. Adiwidjaja/PKS Youth)



Bersambung minggu depan!

No comments: