Monday, November 15, 2010

Siapa yang sedih?

FOKUS KITA

Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih,

dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.

-1 Korintus 13:13-

Suatu hari, seorang pemuda yang baru saja mengalami putus cinta menangis di sebuah bangku taman. Tiba-tiba datanglah seorang ahli filsafat bertanya kepadanya, "Kenapa kamu menangis?"

Orang itu menjawab, "Aku sangat sedih, karena kekasihku meninggalkanku. Kenapa dia meninggalkan ku??" Gumamnya putus asa kepada diri sendiri.

Lalu ahli filsafat itu tertawa sambil berkata, "Kamu bodoh sekali."

Pemuda itu tampak kesal karena ditertawakan filsafat yang tak dikenalnya itu. Ia berkata, "Kamu ini bagaimana? Aku sedang mengalami putus cinta yang sangat menyedihkan. Tak apalah kalau kau tak menghiburku, tapi kau jangan menertawaiku."

"Bodoh… kamu tidak perlu bersedih, karena yang seharusnya bersedih adalah dia" kata si filsafat.

"Apa maksudmu? Kenapa dia yang harusnya bersedih, dan bukannya aku? Bukankah dia yang memutuskan aku?" Tanya pemuda itu bingung.

Kemudian filsafat itu pun menjawab, "Karena kamu hanya kehilangan orang yang TIDAK mencintaimu, tetapi dia kehilangan orang yang SANGAT mencintainya."

Cerita di atas saya dapat dari halaman dinding Facebook salah seorang teman yang sedang bersedih karena patah hati. Cerita itu adalah kiriman dari salah seorang temannya yang sedang berusaha menghiburnya supaya tidak larut dalam kesedihan. Awalnya saya hanya senyum-senyum membaca cerita yang menurut saya cukup manis, lucu dan menghibur itu. Namun, beberapa saat setelah membacanya sebanyak dua kali, tiba-tiba seperti terdengar bunyi ‘klik!’ di hati saya.

Seringkali kita menjadi enggan mengasihi, berhenti mengasihi serta berbuat baik kepada sesama (terutama orang yang sangat menyebalkan dan jelas-jelas tidak menyukai kita) karena respon sang penerima kasih dan kebaikan yang tidak sesuai harapan kita. Kadang kita menjadi tawar hati untuk terus mengasihi dan menyatakan kasih dalam tindakan nyata kepada orang-orang yang ‘sulit’ karena melihat situasi maupun keadaan yang tak kunjung berubah lebih baik, sebaliknya tak jarang situasi menjadi semakin buruk.

Kasih yang Rasul Paulus katakan sebagai ‘yang terbesar’ dalam 1 Korintus 13:13 serta kasih yang merupakan karakter Kristus sendiri adalah kasih yang tidak berfokus kepada respon yang akan kita terima. Kasih yang sejati berfokus kepada Tuhan dan demi kebaikan orang yang kita ‘beri’ kasih.

Saat kita menjadi letih, tawar hati, marah bahkan frustasi manakala kasih kita tidak ‘kembali’ seperti yang kita harapkan, ada baiknya kita melihat ke dalam hati kita, apakah kasih yang kita berikan adalah kasih yang sejati atau kasih yang berpusat pada keegoisan atau keinginan kita pribadi.

Kasih yang sejati memberi tanpa mengharapkan kembali. Memberi untuk kebaikan orang yang diberi kasih, mengesampingkan keinginan sendiri. Untuk dapat mengasihi dengan kasih Krsistus diperlukan keteguhan hati dan ketekunan untuk melihat serta mengharapkan hanya yang terbaik pada diri orang yang kita kasihi.

Sudahkah kita memiliki kasih yang sejati? Sudahkah kita memberikan kasih sejati yang tidak berfokus kepada respon yang akan kita terima? Janganlah jemu-jemu berbuat baik dan menabur keasih yang tanpa syarat. Sebab kita akan menuainya jika kita tidak menjadi lemah. Teruslah menabur kasih dengan terus melihat dan mengharapkan yang terbaik bagi orang yang kita kasihi. Kasih adalah satu hal yang sangat boros, namun tidak akan membuat kita rugi. Sebaliknya, semakin kita memboroskan kasih bagi sesama kita, maka hati kita justru akan semakin melimpah dengan kasih.(l@)

No comments: