Saturday, November 27, 2010

Perjalanan Menuju Merapi

SEPUTAR KITA


Suatu kehormatan bagi kami diutus mewakili Gereja Krispen guna mengunjungi korban Gunung Merapi. Selama 5 hari, 4 malam saya (Ruth), Bapak Paulus, Memy dan Diyan harus meninggalkan sejenak keluarga kami & seabreg kegiatan rutin masing-masing.

Perjalanan kami dimulai pada hari Sabtu, 13 November pagi pada pukul 05.30 WIB. Dengan membawa sumbangan kebutuhan untuk para pengungsi seperti: susu bagi ibu hamil dan anak, sabun mandi, shampo, sarden, biskuit serta dana untuk perbaikan pasca meletusnya Gunung Merapi. Setelah hampir 10 jam, kami akhirnya tiba di Salatiga, salah satu tempat pangkalan relawan. Di kota ini kami bergabung dengan Gereja IFGF GISI yang sudah mendirikan beberapa posko untuk korban Merapi. Koordinator kami adalah Bapak Timotius Tri, salah seorang hamba Tuhan di sana yang memiliki hati misi yang besar. Beliau membekali kami dan mengatakan bahwa fokus mereka adalah pemulihan trauma terhadap anak-anak kecil, tetapi kami juga diminta aktif bergerak untuk melayani para pengungsi dewasa.

Setelah beristirahat sejenak, menjelang petang kami berangkat menuju tempat pengungsi yang berada di posko Boyolali. Para pengungsi yang berjumlah 400 orang ditampung di sekolah SMA 1 Negeri. Disana kami bergabung dengan tim Salatiga dan tim Jakarta.

Kegiatan yang kami lakukan antara lain mengajak anak-anak menggambar, bermain, menonton film bersama. Selain itu, kami menghibur orang-orang dewasa dengan bernyanyi. Kami juga banyak mendengar curhat para pengungsi yang rata-rata bingung dengan apa yang harus mereka lakukan setelah bencana Merapi ini usai, karena sumber penghasilan mereka yaitu tanaman di sawah dan ladang hancur semua, ternak banyak yang mati dan rumah mereka rusak dihembus “Wedhus Gembel”. Mereka membutuhkan waktu setidaknya 4 bulan untuk bisa bercocok tanam kembali serta membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk memberi makan ternak (karena rumput pakan ternak harus dibeli).

Hari Senin, kami kembali ke Salatiga karena sudah banyak dari para pengungsi yang pulang ke rumahnya.

Hari Selasa, kami bersama Bapak Timotius Tri pergi ke desa Rogobelah, yang berjarak 4-5 km dari puncak Merapi. Di desa ini, ada sekitar 80 kepala keluarga, dimana kami melihat pemandangan yang sangat memprihatinkan. Tidak ada satupun tanaman yang masih hidup, semuanya putih terkena debu. Rumah para warga juga tertutup debu tebal yang mencapai 40 cm. Saat itu langit mendung dan hujan gerimis sehingga kami harus segera kembali ke pos pangkalan. Karena jika hujan bertambah deras, maka jalanan yang tertutup debu akan menjadi licin dan cukup membahayakan bagi kami bepergian menggunakan mobil.

Setelah dari desa Rogobelah kemudian kami pergi ke posko logistik di Blabak Muntilan, dan disitu ada sekitar 1600 orang pengungsi. Kota Muntilan adalah kota yang mengalami kerusakan yang cukup parah juga karena banyak lumpur dari debu di sepanjang jalan tersebut sehingga kami harus berjalan hati-hati.

Hari Rabu kami kembali pulang ke Surabaya. Suatu pengalaman yang sangat berkesan bagi kami berempat karena kami diingatkan Tuhan untuk tetap memiliki hati bagi jiwa-jiwa. Tubuh kami memang capek karena perjalanan jauh, kami juga tidak bisa tidur sebab harus tidur di dalam mobil dan tenda. Tetapi kami puas bisa berbagi kasih dengan orang yang menderita. (Ruth Salmah, Pengawas Area Family).

No comments: