Sunday, October 3, 2010

Harapan Orang yang Percaya

FOKUS KITA

Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.
-Roma 8:24-25-

Ketika Jalan Hidup tidak Bisa Diterka
Sekitar 3 minggu lalu, dunia jejaring sosial (Facebook, Twitter, Blackberry Messenger) di sekitar saya dipenuhi dengan berita singkat tentang kepergian salah seorang senior saya di kampus yang bernama Fanny Adriani. Beliau adalah kakak kelas tiga angkatan di atas saya, yang baru saja meninggal karena terserang kanker usus stadium tinggi. Saya tidak pernah bertemu, bertukar sapa, atau mengenal dirinya. Namun, lewat orang-orang di sekeliling saya yang mengenal dirinya, saya jadi mengerti kisah hidup Fanny secara jelas.

Menurut penuturan keluarganya, sakit yang diderita Fanny diketahui hanya beberapa bulan sebelum kepergiannya. Ketika kanker terdeteksi, kondisinya sudah memasuki stadium tinggi. Tentu saja banyak orang yang terkejut, dalam usia 25 tahun, Fanny tiba-tiba harus mengalami sakit seperti itu. Singkat cerita, Fanny memutuskan untuk tetap berjuang. Ia mengikuti serangkaian proses pemulihan yang menguras biaya cukup besar, mulai dari kemoterapi hingga pengobatan alternatif. Di dalam Facebooknya, ia beberapa kali menuliskan kalimat pengharapan,
“I want to have faith. Believing there’s something good happen without seeing it.”
“Aku mau memiliki iman. Percaya bahwa ada hal baik yang terjadi bahkan ketika aku tidak bisa melihatnya.”
“God is my designer. I believe He can make things new for me.”
“Tuhan adalah perancang kehidupanku. Aku percaya Dia dapat membuat hal-hal baru untukku.”
Kalimat-kalimat di atas diungkapkan oleh Fanny pada awal bulan Juli 2010. Dan pada tanggal, 16 September 2010, Fanny dipanggil Tuhan.

Berharap Untuk Apa?
Sekali lagi saya tidak pernah mengenal siapa itu Fanny Adriani. Saya hanya mendengar kisahnya dari beberapa dosen dan teman yang mengenal Fanny. Saya hanya sempat melihat sosoknya lewat Facebook. Dari foto yang dia jadikan sebagai profil, wajahnya nampak begitu ceria, tidak tampak sedikitpun seperti orang yang sedang mengalami persoalan hidup yang berat. Demikian pula pernyataan-pernyataan dalam pesan statusnya, selalu positif dan dipenuhi pengharapan. Ucapan dukungan juga tidak kalah banyak memenuhi wall Facebooknya. Setelah mendengar sedikit kisah hidup serta kepergiannya, saya berpikir dan bertanya kepada Tuhan, mengapa Fanny perlu berharap? Bukankah pada akhirnya dia juga kembali ke sisi-Mu? Apakah pernyataan, doa, serta harapannya lantas sia-sia?
Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh ROH KUDUS yang telah dikaruniakan kepada kita.(Roma 5:5)

Harapan yang Selalu Ada
Ya, pengharapan yang Yesus berikan bukan harapan seperti yang saya, manusia, atau dunia tawarkan. Ketika kita sedang sakit, tentu wajar jika kita berharap bisa sembuh. Namun, iman bukan semata-mata melihat hasil. Jika hasilnya sembuh maka kita dapat dikatakan sudah beharap dengan benar, sudah beriman. Jika tidak sembuh atau bahkan meninggal, maka tidak beriman. Harapan di dalam KRISTUS bukan harapan yang terbatas, tidak pasti dan bersifat temporer. Harapan di dalam KRISTUS adalah harapan yang melimpah, pasti, dan berlimpah bak sungai.
Harapan orang benar akan menjadi sukacita, tetapi harapan orang fasik menjadi sia-sia. (Amsal 10:28)

Sesungguhnya harapan di dalam KRISTUS itu, adalah:
· Harapan selalu memperlihatkan pada orang percaya bahwa di ujung jalan yang gelap ada terang.
· Harapan selalu dapat menopang kehidupan orang percaya yang telah patah semangat dan tak berdaya.
· Harapan selalu memberikan peluang, kemungkinan dan kepastian ada pemulihan kembali saat kehidupan dirasa seperti buluh yang patah atau sumbu hanya tinggal asap.
· Jadi harapan itu selalu memberikan kehidupan, semangat, gairah dan kesegaran baru.
· Dan … Orang yang berharap kepada Tuhan tak pernah dibiarkan malu tersipu-sipu!

Membaca wall Facebook Fanny Adriani yang kini dipenuhi oleh ucapan ‘selamat tinggal’ dari orang-orang yang dikasihinya, saya secara tidak langsung dapat mengenal, siapa sosok wanita yang terus berjuang hingga garis akhir dengan penuh pengharapan tersebut. Keluarganya berkata, “Dia sudah siap dan menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Dia pergi dengan damai.” Saya mencoba membayangkan, bagaimana jika ketika mengetahui vonis kanker itu, Fanny berespon negatif. Mungkin dia tetap saja dipanggil Tuhan, secara hasil akhir sama saja. Tapi apakah dampak yang dia berikan bagi orang-orang di sekelilingnya juga akan sama? Apakah bagi dia secara pribadi, dengan dan tanpa iman, arti hidupnya juga akan sama saja?
Apa yang menjadi hasil dari pergumulan kita, itu sepenuhnya bagian Tuhan. Tapi bagaimana kita menyikapinya selama proses pergumulan itu berlangsung, adalah keputusan kita sepenuhnya. Apa kita menjadi putus asa, mengutuki kondisi, dan mengasihani diri sendiri? Atau kita menaruh iman pengharapan kita sepenuhnya dalam Tuhan dan bersukacita, karena percaya Ia selalu menyediakan yang terbaik bagi kita?

No comments: