Saturday, June 19, 2010

Memecah Keheningan Untuk Menjawab Kebutuhan

FOKUS KITA


Seorang anak perempuan baru saja diajak belanja ibunya di Mall. Umurnya sekitar 6 tahun. Karena hujan tiba-tiba sangat deras tercurah dari langit, mereka dan banyak orang lainnya terpaksa berteduh di dekat pintu keluar.

Ketika menunggu hujan reda, ada orang yang sabar dan ada juga mereka yang gusar karena harus buru-buru meneruskan perjalanannya. Si Ibu terpukau saat melihat hujan turun. Ingatannya kembali waktu ia masih anak-anak, suka bermain hujan di luar rumah. Ingatan yang sejenak itu menghapus segala kekuawatiran hidupnya.

Di tengah bermacam perasaan dari kelompok orang yang menunggu hujan reda, suara gadis kecil itu memecah keheningan yang segera menyedot perhatian dari semua orang, “Ma, ayo kita menerobos hujan,” katanya.

“Apa?” kata ibunya.

“Ayo kita menerobos hujan!” kata gadis kecil itu mengulangi permintaannya.

“Tidak sayang. Kita akan menunggu sampai hujan sedikit reda,” jawab ibunya.

Gadis kecil itu menunggu beberapa saat dan berkata lagi, “Ma, ayo kita menerobos hujan.”
“Kita bisa basah kuyup,” kata ibunya.

“Tidak, kita tidak akan basah kuyup Ma. Itu tidak seperti yang Mama katakan tadi pagi,” kata gadis kecil itu sambil menarik tangan ibunya.

“Pagi ini? Kapan Mama bilang kalau kita menerobos hujan nanti tidak akan basah?”

“Apa Mama lupa? Waktu bicara sama Ayah, Mama bilang, “Jika Tuhan menolong kita melewati masalah ini, maka Tuhan akan menolong kita melewati masalah apa pun!”

Semua orang yang yang sedang berteduh mendadak terdiam. Saat itu kami tidak mendengar suara apa pun kecuali bunyi hujan yang turun. Sunyi senyap. Tidak ada yang beranjak dalam beberapa menit.

Si Ibu terhenyak beberapa saat mendengar perkataan anak gadisnya. Orang akan menertawakannya jika dia mendebat perkataan itu. Mungkin yang lain akan mengabaikannya. Tetapi ini adalah saat yang sangat menentukan dalam kehidupan seorang anak, dimana kepercayaan yang sudah diajarkan kepadanya diuji. Apabila kepercayaan ini terbukti, akan berbuah menjadi sebuah keyakinan hidup nantinya.

“Sayang, kamu benar sekali. Ayo kita lari menerobos hujan. Jika TUHAN menginjinkan kita basah kuyup, yang kita perlukan hanyalah mandi dan mencuci baju,” kata ibunya.

Mereka berdua lalu berlari menembus hujan. Semua mengamati, tersenyum dan akhirnya tertawa saat melihat mereka berlari menuju mobil melewati hujan dan genangan air. Mereka menutupi kepala dengan tas plastik belanjaan, tetapi tetap saja tubuh mereka basah kuyup. Tetapi di tengah suara hujan, sepanjang pelarian menuju mobilnya, orang-orang mendengar suara teriakan dan tawa mereka seperti saat anak-anak bermain hujan.

Dan akhirnya orang-orang pun mengikuti jejak mereka. Orang-orang itu berlari menembus hujan. Ya, yang mereka butuhkan hanyalah mandi dan mencuci baju ...

Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, dunia dipenuhi orang-orang yang egosentris dan cenderung tidak peduli terhadap orang lain… bahkan orang yang dekat dengan mereka sekalipun. Bahkan, demi memenuhi keinginannya, hal jegal-menjegal atau injak-menginjak orang lain (yang paling lemah sekalipun) serasa di’halal’kan. Atau… asalkan ‘tidak berbuat jahat atau mengganggu orang lain’... jeritan pilu dari pihak lemah maupun tatapan mata penuh harap akan pertolongan dari ‘yang lebih kuat’ pun terkesan dibiarkan. Kalaupun ‘mengulurkan tangan’, tak jarang kita melakukannya hanya supaya ‘terlihat’ baik dan murah hati… hanya untuk menunjukkan bahwa kita ‘mampu menolong’ karena kita berkelebihan… hanya supaya kita ‘tidak terganggu’ oleh jeritan maupun tatapan memelaskan mereka. Alhasil, apa yang kita lakukan hanya berupa ‘sedekah’ alias sak welas-e.

Mungkin beratnya masalah serta tekanan hidup kita sendiri menjadi alasan yang tidak mengada-ada dibalik semua sikap hati dan perbuatan kita. Sikon telah mempengaruhi kita sedemikian rupa hingga kita cukup sulit untuk dapat berespon benar dan bertindak dengan sepenuh hati dan segenap kekuatan.

Tetapi, kebenarannya adalah: keadaan dan lingkungan dapat merampas apa yang kita miliki. Mereka mengambil uang kita, mengambil kesehatan dan kenyamanan kita. Tetapi tidak ada seorang pun yang dapat merampas kenangan berharga kita. Jadi, jangan lupa untuk menciptakan waktu dan mengambil kesempatan membuat kenangan setiap hari... bagi orang lain dan diri sendiri.

Memasuki tahun 2010 Tuhan membawa saya untuk melakukan sesuatu dimana hal tersebut adalah sesuatu yang tidak saya sukai, yaitu mengajar. Ya, sejak bulan Februari, Tuhan membawa saya untuk memberikan les kepada anak pembantu di rumah kost saya. Dalam perjalanan saya memberikan les, ada banyak tantangan yang saya hadapi, baik dari diri saya sendiri, maupun dari anak les saya tersebut, karena dia memang sulit mengerti apa yang saya ajarkan. Saya butuh hikmat Tuhan lebih lagi setiap kali memberi dia les. Tuhan bahkan menuntun saya untuk berdoa dan berpuasa setiap kali memberikan les kepadanya. Sekalipun begitu, entah mengapa ada belas kasihan dalam hati saya terhadap anak ini, sehingga walaupun terkadang saya marah dan bersikap tegas saat mengajar dia, dia selalu mencari-cari saya.

Apakah saya mengorbankan sesuatu untuk dapat memberi dia les gratis? Ya. Waktu istirahat saya, pikiran saya. Tetapi… yang saya butuhkan hanya mengambil waktu untuk istirahat sesudah memberi dia les. Itu sudah cukup untuk memulihkan kelelahan saya dan menyegarkan penatnya pikiran saya. Lagipula, jika kita melakukan perbuatan baik dengan sepenuh hati karena ‘mengasihi orang lain seperti siri sendiri’, segala yang ‘hilang’ akan berbuah sangat manis. Saya dipenuhi sukacita yang besar karena melihat anak les saya mengalami kenaikan prestasi yang membanggakan… bahkan dia dapat memperoleh nilai terbaik yang belum pernah dia dapatkan sebelumnya. Selain itu, hei… ternyata saya bisa juga mengajar les!

Apakah keadaan Anda begitu ‘hening’ oleh keruwetan hidup yang seolah tak dapat ditembus? Mari pecahkan keheningan dengan melangkah keluar menjawab kebutuhan sekitar kita... dengan sepenuh hati dan dengan segenap kekuatan. Kita tidak akan rugi. (liem)

No comments: