Saturday, December 19, 2009

PENUNTUN SAAT TEDUH PRIBADI 21-27 Desember 2009

Mendengarkan: bukan hanya dengan telinga,

tetapi juga dengan HATI

Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;

-Yakobus 1:19-

Senin, 21 Desember 2009

Setiap Orang Butuh Didengarkan

Firman hari ini: Matius 22:34-40

Pengajaran:

Kebutuhan ‘didengarkan’ termasuk kebutuhan afeksi (dicintai, diperhatikan). Seseorang yang tidak terpenuhi kebutuhan ini −apalagi jika dia masih kecil (umur 3-8 tahun)− akan merasakan kekosongan dalam hatinya. Hal ini akan membuatnya sangat haus akan kasih sayang dari orang lain dan dalam kasus yang umum dia suka mencari perhatian.

Helen Keller adalah seorang anak cacat yang mengalami kekurangan kasih sayang dari orang tuanya. Helen bertumbuh menjadi anak yang liar, tidak dapat diajar dan pemberontak. Suatu saat ia mendapat seorang guru dan suster yang merawatnya, namanya Anne Sullivan. Anne mencurahkan kasih sayang yang besar dan terutama dia berusaha mendengarkan Helen. Akhirnya, di bawah perawatan Anne, Helen sembuh dan dapat hidup normal. Kisah Helen melegenda karena hidupnya yang menjadi contoh dan teladan bagi orang cacat agar tidak menyerah dan selalu berusaha. Mari kita belajar mengasihi sesama kita dengan belajar menjadi orang yang sabar dan mau mendengarkan mereka. Terutama kepada keluarga kita (suami, istri atau anak kita). Hanya dengan tekad mau mendengarkan mereka, sekalipun itu tidak mudah, pasti akan mendatangkan kebaikan dan sukacita.

Selasa, 22 Desember 2009

Lambat Berkata-Kata

Firman hari ini: Yakobus 1:19-27

Pengajaran:

Firman Tuhan hari ini mengajar kita agar lambat dalam berkata-kata, tetapi cepat dalam mendengar. Mengapa Yakobus mengajar demikian? Rupanya sering terjadi orang lebih banyak berbicara daripada mendengar. Hal ini sering menimbulkan kekeliruan, bahkan konflik.

Demikian juga dalam hidup kita, ada orang yang lebih sering berbicara daripada mendengar, akhirnya menimbulkan salah paham. Saya pernah mengalaminya. Seringkali saya lebih sering berbicara daripada mendengarkan. Suatu saat dalam pelayanan saya bertemu dengan seorang ibu yang hendak konseling. Dia baru bercerita 5 menit, tentang suaminya yang meninggalkan dia dan anak-anaknya. Belum selesai ia berbicara, saya sudah menjawab, “Yah, yang penting ibu tetap kuat dan jangan menyalahkan Tuhan. Saya percaya apa yang terjadi ini adalah seijin Tuhan untuk membuat ibu semakin bergantung kepadaNya.” Akhirnya saya doakan. Selesai berdoa, ibu itu berbicara: “Tapi, yang ingin saya ceritakan bukan itu, saya ini cuma mau bersyukur dan bercerita kepada pak pendeta bahwa suami saya sudah kembali pulang.” Saya hanya bisa melongo. Hari itu saya belajar, untuk lebih banyak mendengarkan daripada berkata-kata.

Rabu, 23 Desember 2009

Pasang Telinga Baik-Baik

Firman hari ini: Amsal 5:13; 12:15

Pengajaran:

Bagaimana kita belajar? Ada 3 pintu belajar yang utama: lewat mendengarkan (auditori), lewat melihat (visual) dan lewat melakukan/meraba (kinestetik). Hari ini Firman Tuhan mengajar kita untuk belajar mendengarkan, supaya kita menjadi lebih pandai dan bijak. Apa itu kebijaksanaan? Apa artinya menjadi orang yang bijaksana? Kebijaksanaan adalah penggunaan yang tepat dari pengetahuan; pilihan yang tepat untuk hasil yang terbaik; dan cara yang terbaik untuk mencapai hasil. Orang yang bijaksana adalah: orang yang pandai dan dengan tepat bisa menggunakan kepandaiannya untuk mencapai suatu hasil yang terbaik dari hidupnya. Bagaimana kita menjadi pandai dan bijak? Dengan belajar kepada orang-orang yang lebih pandai dan lebih berhikmat dari kita, contoh: Firman Tuhan, guru kita, hamba Tuhan, profesor, dan lain-lain. Tuhan ingin agar anak-anakNya menjadi orang-orang yang pandai dan bijaksana, supaya kita juga berhasil dalam hidup. Ada juga orang bodoh yang berhasil dalam hidup, tetapi itu hanya semata-mata keberuntungan dan tidak akan bertahan lama.

Mari kita belajar menjadi orang yang pandai dan bijaksana dengan cara banyak mendengar dan memasang teling baik-baik, sehingga banyak hal yang bisa kita dapatkan dan itu akan menambah kompetensi (keahlian kita) dan membuat kita menjadi orang yang berhasil.

Kamis, 24 Desember 2009

Tidak Cukup Mulut, Perlu Hati!

Firman hari ini: 1 Samuel 16:1:13

Pengajaran:

Tetapi Tuhan melihat hati (1 Samuel 16:7). Dari ayat ini Firman Tuhan menulis bahwa hati adalah ukuran Tuhan dalam menilai seseorang. Demikian juga seharusnya kita selalu menjadikan hati sebagai ukuran dalam menilai maupun memahami orang lain. Mengapa hati? Karena hati adalah sumber segala sesuatu dalam hidup kita, termasuk ketika kita membangun hubungan dengan orang lain. Hati yang bagaimana? Hati yang tulus dan murni. Setiap orang bisa dengan mudah mengetahui atau merasakan hal-hal yang “tersembunyi” di balik perkataan kita. Jadi mari kita belajar untuk mengatakan sesuatu dengan tulus. Ketulusan ini penting, karena orang akan cenderung menghargai & mempercayai orang yang tulus. Hati yang tulus dan murni akan membantu kita dalam membuat keputusan serta pertimbangan yang bijaksana, sehingga dapat memberikan nasehat atau masukan yang bijaksana kepada orang lain pula.

Mari kita jadikan perkataan yang keluar dari mulut kita benar-benar juga keluar dari hati tulus kita. Sehingga orang-yang mendengar perkataan kita akan benar-benar bisa diberkati dengan ketulusan dan kejujuran kita.

Jumat, 25 Desember 2009

Perkataan yang Tepat di Waktu yang Tepat

Firman hari ini: Efesus 4:20-29

Pengajaran:

Mari renungkan: apakah orang yang mendengarkan perkataan kita memperoleh kasih karunia Allah atau orang yang mendengarkan kita perlu kasih karunia? Keduanya mempunyai arti yang berbeda. Pertama: berarti erkataan kita memberikan kasih karunia (kelegaan, sukacita, kelepasan) untuk orang yang mendengarnya. Kedua: berarti orang yang mendengarkan kita perlu kasih karunia berlimpah-limpah karena kata-kata kita justru menyakiti, menghakimi atau menjatuhkan orang yang mendengarkan? Efesus 4:29 berbunyi, “…, pakailah perkataan yang baik untuk membangun, dimana perlu…” Artinya kita harus memakai perkataan yang baik atau mendatangkan kasih karunia dan membangun orang lain. Tak lupa kita harus tahu kapan waktu yang tepat untuk mengatakannya. Contoh waktu yang tidak tepat adalah mengatakan sesuatu pada waktu kita sedang marah.

Suatu saat dalam kondisi marah besar saya mengatakan kepada anak saya, kamu itu “goblok”. Setelah kemarahan saya reda, saya baru sadar telah mengatakan hal yang tidak membangun anak saya. Segera saya minta maaf kepada anak saya dan menarik ucapan saya, setelah itu saya mendoakannya. Anehnya, ketika saya berkata goblok, justru anak saya semakin berontak. Sebaliknya, saat saya meminta maaf dan mendoakannya, raut wajahnya langsung berubah. Dia menjadi lembut dan bisa menerima masukkan dari saya. Satu hal yang saya pelajari dari kejadian ini adalah: jangan mengatakan sesuatu ketika kita sedang emosi, jika kita tidak ingin mengatakan sesuatu yang akan kita sesali. Mari perkatakan hal-hal yang baik untuk membangun dan di waktu yang tepat.

Sabtu, 26 Desember 2009

Dengarkan yang "Tidak Terkatakan"

Firman hari ini: Lukas 7:11-17

Pengajaran:

Orang tidak selalu dapat menyampaikan maksud hatinya secara lugas lewat kata-kata. Bahkan, kadang apa yang disampaikan berbeda dengan apa yang sesungguhnya dia ingin katakan alias perasaan yang sesungguhnya malah tidak tersampaikan melalui kata-kata yang diucapkan. Karena itu, jika kita mau mendengarkan dengan utuh sebuah pesan, maka kita juga perlu belajar memahami pikiran dan perasaan orang lain di balik kata-katanya. Contoh: seorang ibu yang bisa mengerti maksud dari bayinya ketika menangis, padahal bayinya belum bisa berkata-kata. Ia bisa merasakan kepedihan bayinya.

Lukas 7:13 menceritakan Yesus tergerak hatinya oleh belas kasihan dan akhirnya menolong janda yang ditinggal mati oleh anak tunggalnya. Yesus mengajar kita untuk tidak harus selalu mendengar setiap kata-kata orang lain, tapi juga belajar mendengarkan jauh ke dalam perasaannya dengan bahasa kasih. Dengan begitu kita akan dapat memberi pertolongan atau jawaban yang sesuai dengan kebutuhannya yang sebenarnya. Mari belajar untuk memiliki belas kasihan kepada orang yang susah dan menderita, maka kita akan dapat mendengarkan kebutuhan mereka yang “tak terkatakan” dan menjadi jawaban bagi mereka.

Minggu, 27 Desember 2009

Power of Question

Firman hari ini: Matius 16:13-20

Pengajaran:

Yesus bertanya kepad murid-muridNya: “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?”, tidak cukup itu, Ia bertanya lagi dalam ayat yang ke 15: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?”. Saya percaya ini adalah sebuah pertanyaan yang sangat penting karena diulangi sampai dua kali dalam sebuah kesempatan yang sama. Yesus ingin tahu sejauh mana pengenalan murid-muridNya akan Dia. Tuhan memberikan kita mulut juga untuk bertanya, agar kita bisa memperoleh informasi yang kita inginkan dan butuhkan. Tahukah Anda, bahwa bertanya itu sangat penting? Sampai-sampai muncul sebuah peribahasa: “Malu bertanya, sesat di jalan”. Lawan kata dari sikap bertanya ini adalah asumsi. Asumsi adalah sebuah sikap yang tidak mau bertanya walaupun tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Akibat dari asumsi, banyak kesimpulan yang keliru dan pengertian kita salah. Bahkan asumsi bisa mengakibatkan konflik. Ada dua keuntungan dari bertanya: Satu, kita tidak salah jalan/salah mengerti. Dua, orang yang bertanya akan mengerti juga jika kita ini mengerti apa yang diinstruksikan kepada kita.

Yesus perlu bertanya kepada murid-muridNya, menurut mereka siapakah Dia. Tujuannya agar Yesus tahu isi hati serta pikiran mereka dan supaya murid-muridNya juga tahu bahwa mereka mengerti siapakah pribadi gurunya. Mari kita belajar untuk menjadi orang yang mau bertanya, terutama jika kita tidak mengerti, agar kita tidak keliru memahami orang lain.

No comments: