Jalan Setapak
20 November 2007...
Suatu pagi aku berjalan melewati hutan. Aku belum pernah melewati hutan itu sebelumnya sehingga aku tidak tahu kondisi hutan itu. Aku melihat ada jalan yang cukup lebar untuk kulalui dan dengan gembira aku mulai berjalan melaluinya. Namun, tiba-tiba terdengar suara yang menuruhku untuk tidak melewati jalan itu, melainkan melalui jalan setapak yang ada di sebelah kananku.
Aku tahu itu adalah suara TUHAN. Sejenak aku termenung memikirkan jalan manakah yang harus aku lalui. Jalan lurus yang lebar dan rata... atau... jalan setapak yang sempit dan berbukit-bukit. Kemudian aku memutuskan untuk mengikuti suara TUHAN, yaitu berjalan melalui jalan setapak yang sempit itu. Jalan yang kulalui itu ternyata memang berat. Selain berbukit, jalan itu juga terjal berbatu-batu sehingga cukup sulit bagiku untuk dapat melewatinya.
Akhirnya, aku pun sampai di ujung jalan. Betapa terkejutnya aku. Ternyata aku berada tepat di ujung jalan yang tadi kulihat lebar dan rata. Ketika kulihat kebali ke jalan itu, ternyata jalan itu tidaklah rata ataupun lebar. Jalan itu sebenarnya adalah sebuah jebakan yang ditutupi semak-semak dan dedaunan untuk menangkap hewan buas. Jika aku tadi sampai menginjaknya, aku pasti jatuh dalam lubang perangkap dan tak mungkin bisa keluar Sebab, jebakan itu baru akan didatangi oleh para pemburu binatang beberapa hari kemudian. Jika aku terjatuh di sana, aku akan sangat menderita dan mati karena lubangnya sangat dalam.
Melalui pengalamn itu, TUHAN mengajarku sesuatu yang penting dalam kehidupan. Seringkali manusia melihat begitu nikmatnya hidup dalam daging dan kenyamanan, seperti berjalan di jalan yang rata dan lebar, namun ternyata maut di dalamnya. Sedangkan jalan yang terlihat sempit, terjal dan berbatu adalah gambaran hidup kita di dalam Roh (dipimpin Roh). Dibentuk dan dipisahkan dari nafsu serta kenyamanan daging untuk menuju kehidupan yang berbuah-buah dan kekal.
Melewati jalan yang sempit dan berbatu memang sulit dan penuh penderitaan. Melawan dan membuang kedagingan untuk hidup maksimal di dalam tujuan hidup yang Tuhan rancangkan bagi kita memang penuh perjuangan, namun hadiah yang menanti kita di ujung jalan lebih besar dan berharga dari apa yang kita lepaskan. (Anita Amelia/Pembina Youth)
Suatu pagi aku berjalan melewati hutan. Aku belum pernah melewati hutan itu sebelumnya sehingga aku tidak tahu kondisi hutan itu. Aku melihat ada jalan yang cukup lebar untuk kulalui dan dengan gembira aku mulai berjalan melaluinya. Namun, tiba-tiba terdengar suara yang menuruhku untuk tidak melewati jalan itu, melainkan melalui jalan setapak yang ada di sebelah kananku.
Aku tahu itu adalah suara TUHAN. Sejenak aku termenung memikirkan jalan manakah yang harus aku lalui. Jalan lurus yang lebar dan rata... atau... jalan setapak yang sempit dan berbukit-bukit. Kemudian aku memutuskan untuk mengikuti suara TUHAN, yaitu berjalan melalui jalan setapak yang sempit itu. Jalan yang kulalui itu ternyata memang berat. Selain berbukit, jalan itu juga terjal berbatu-batu sehingga cukup sulit bagiku untuk dapat melewatinya.
Akhirnya, aku pun sampai di ujung jalan. Betapa terkejutnya aku. Ternyata aku berada tepat di ujung jalan yang tadi kulihat lebar dan rata. Ketika kulihat kebali ke jalan itu, ternyata jalan itu tidaklah rata ataupun lebar. Jalan itu sebenarnya adalah sebuah jebakan yang ditutupi semak-semak dan dedaunan untuk menangkap hewan buas. Jika aku tadi sampai menginjaknya, aku pasti jatuh dalam lubang perangkap dan tak mungkin bisa keluar Sebab, jebakan itu baru akan didatangi oleh para pemburu binatang beberapa hari kemudian. Jika aku terjatuh di sana, aku akan sangat menderita dan mati karena lubangnya sangat dalam.
Melalui pengalamn itu, TUHAN mengajarku sesuatu yang penting dalam kehidupan. Seringkali manusia melihat begitu nikmatnya hidup dalam daging dan kenyamanan, seperti berjalan di jalan yang rata dan lebar, namun ternyata maut di dalamnya. Sedangkan jalan yang terlihat sempit, terjal dan berbatu adalah gambaran hidup kita di dalam Roh (dipimpin Roh). Dibentuk dan dipisahkan dari nafsu serta kenyamanan daging untuk menuju kehidupan yang berbuah-buah dan kekal.
Melewati jalan yang sempit dan berbatu memang sulit dan penuh penderitaan. Melawan dan membuang kedagingan untuk hidup maksimal di dalam tujuan hidup yang Tuhan rancangkan bagi kita memang penuh perjuangan, namun hadiah yang menanti kita di ujung jalan lebih besar dan berharga dari apa yang kita lepaskan. (Anita Amelia/Pembina Youth)
No comments:
Post a Comment